Kamis, 21 November 2013

Hujan datang lagi

Hujan datang lagi
Hujan

Hujan, seperti tamu agung yang kedatangannya dinanti-nantikan dengan penuh harap oleh semua orang pada musim kemarau. Dan untuk menyambut tamu agung yang satu ini, semua orang mempersiapkan segala sesuatu, supaya tidak mengecewakan yang ditunggu-tunggu, ada yang beli jas hujan, ada yang mulai benah-benah atap rumah, memperbaiki yang bocor, membersihkan gorong-gorong, memperbaiki saluran air lainnya, meninggikan lantai, tanah, dan berbagai macam persiapan yang lain.

Anak-anak pun demikian, begitu melihat langit mendung tiba, mereka segera kumpul di tengah lapangan sambil membawa bola dan mainan yang lain, bersama-sama menanti datangnya hujan, sambil berteriak berulang-kali menyanyikan lagu hujan, “ cempe cempe….udano sing deres….nek deres tak upahi dudoh tape….nek kurang me’o dhewe ! “.

Kompak dan serempak, seperti bunyi-bunyian kodok di tengah sawah, theot teblung memanggil hujan, kadang berhasil, kadang tidak. Kalau berhasil, hujan deras datang, mereka langsung berlari-lari dan melompat-lompat kegirangan, tertawa-tawa bersama, mereka semuanya.

Namun saat tamu agung ini benar-benar datang, lalu keenakan dan kerasan, karena disambut dengan begitu hangat dan penuh harap, akhirnya seperti tidak punya rasa sungkan, tiap hari datang. Kalau sudah begitu orang-orang sudah merasa biasa, tak lagi mengharapkannya, justru merasa terganggu olehnya, sebel dan risih juga.  Akhirnya hujan pun tersinggung, dan marah, banjirpun terjadi di mana-mana, jadilah apa yang namanya “bencana”. Saat itulah penyesalan muncul, orang-orang pun  terkenang lagi sama pacar yang lama, panas / kemarau.

Begitulah yang terjadi selama bertahun-tahun dan berabad-abad, sejak jaman nenek-moyang. Musim kemarau minta hujan, tapi kalau sudah musim hujan minta kemarau, artinya cenderung menyia-nyiakan yang sedang ada, gampang bosan, dan selalu mengharapkan yang lain. “ Umat ini memang cenderung tidak setia, hatinya sarat dengan perselingkuhan !“, kata Ki Gendeng Kampiran.


Hujan bagi tokoh-tokoh Mancing Kutuk Gabus

Hujan kini sudah mulai datang di Sidoarjo, seperti yang diharapkan, hari-hari mendung senantiasa menggelayut di atas langit. Tak tahu dengan pasti, kapan mereka jatuh, mau beraktifitas ataupun pergi ke mana-mana jadi was-was, padahal sebelumnya dirindukan dan dinanti-nantikan.

“Eeeh..atap bocor saja belum sempat memperbaiki, kok ya sudah mulai hujan.”, keluh Cak Dikin.

“Nggihh Cak Kin…saya saja janji ngantar Emak pulang ke Nggelathik juga belum sempat-sempat gini kok, mendung terus, takut kehujanan di jalan “, keluh Cak Sambun juga.

“ Iya, mau ngecat teralis kok ya mendung begini, nanti baru dimulai tau-tau hujan. “, sambung Gus Salam.

“ Sama ! Saya ya gitu kok, ngarang lagu kurang satu bait saja, ehh hurufnya jatuh kececer di Mojokerto”, timpal Pakde Sengat.

“ Huaa….haa…ha ! “, semua orang tertawa.

Yang tidak kenal mereka tentu percaya begitu saja, ketika mereka mengeluhkan dan mempersoalkan masalah mendung dan hujan, tapi bagi kami, sahabat karib mereka di dunia per-kutuk-an, itu semua hanyalah abang-abang lambe ( gincu untuk memerahkan bibir ), daripada tidak ada yang dibicarakan.

Saya dengar sendiri kemarin malam dari Cak Dikin, saat mau berangkat hunting percil (cari anak kodok) bersama di sawah, di desa Sidodadi, demikian, “ Waduh Oooom, Tambak kasus katanya mau disat, kemarin kena lagi sama saya 2 ekor monster, yang satu 1,3 kg, satunya lagi hampir 2 kg, orang-orang perumahan banyak yang ngelihat, saat saya otot-ototan, yang satu akhirnya harus tak ceburi, daripada lepas. Moga-moga saja hujan terus to, biar nggak bisa ngesat dulu, masih banyak yang belum kena soalnya. Rencana sampeyan besok mau tak ajak ke sana. “. 

Kalau Cak Sambun malah tadi pagi ngomongnya, saat trip bersama dengan saya di Tambak Gethuk, saya tidak jadi ikut Cak Dikin di Tambak kasus, soalnya paginya ternyata memang benar mulai disat, yaitu yang bagian barat, dekat jalan raya. Di Tambak Gethuk, pagi-pagi sekali tenggakan dan gondholannya luar biasa, tapi ketika matahari muncul langsung lesu dan senyap, terus Cak Sambun berkata demikian, “ Siang dikit  kok langsung sepi ya Om, airnya terlalu bening mungkin, jadi siang dikit mereka sembunyi. Mudah-mudahan nanti ada hujan deras, besok coba kita hajar lagi, siapa tahu lebih omset “.

Kira-kira, mungkinkah tokoh-tokoh Mancing Kutuk Gabus mengeluhkan datangnya hujan, mempersoalkan mendung dan hujan ? Bukankah tentang mendung dan hujan, mereka berkata, “Cuaca benar-benar mendukung !“.

Saya lebih percaya kalau mereka semuanya ini, termasuk saya juga tentunya, sekarang ini sedang mengatur strategi dan membuat persiapan, baik itu untuk diri sendiri, maupun kelompoknya masing-masing, tempat-tempat mana yang sebaiknya digarap lebih dulu untuk trip di awal-awal musim hujan.

Saya yakin semua tokoh punya incaran masing-masing, yaitu spot-spot yang sebenarnya bagus, tetapi sulit dikerjakan pada saat musim kemarau, entah mungkin karena airnya cenderung asin, atau karena kutuk-kutuknya terlalu jauh di tengah-tengah tambak sehingga tak terjangkau lemparan, tambaknya sedang ngepe ganggang (airnya terlalu dangkal dan ganggangnya rapat), airnya banger terus, dan lain-lain.

Biasanya setelah ada hujan deras, dua atau tiga kali hujan deraslah kira-kira, kondisi air di tambak mulai berubah, dan perubahannya ini seringkali menguntungkan tokoh-tokoh pemburu kutuk, di tim Mancing Kutuk Gabus. Ini kalau kita pelajari dari yang sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Itulah sebabnya mengapa tokoh-tokoh yang absen dari trip sekian lama, biasanya akan muncul lagi pada awal musim hujan, seperti sekarang ini. Sebentar lagi acara Mancing Kutuk Gabus akan semarak lagi, pada musim hujan. Apalagi didukung dengan cerita tentang mulai bergeliatnya tokoh-tokoh galau, yang selama ini tetap trip walaupun galau.



Cipto ( penyebut pertama istilah " Pemancing Galau ") - Strike !

Cak Martin Bogank misalnya, mulai geliat beberapa hari yang lalu di selatan Tambak Kali Wakul, 6 ekor beratnya 5,7 kg. Berarti monsternya lebih dari 4 ekor, tentunya. Berita ini diamini oleh Cak Surip, juragan kutuk di desa Gebang.

Cak Budi, naik monster 1,5 kg di tempat yang sama, saya dan Cik Poo saksinya, karena kami trip bertiga waktu itu, saya, Cik Poo, dan Cak Budi.

Saya sendiri juga mulai geliat dari keadaan galau yang panjang, tiga hari yang lalu naik 1,3 kg di tempat yang sama dengan Cak Martin dan Cak Budi tadi, Cak Martin dan Cak Kliwon saksinya, karena kami memang trip bertiga, saya, Cak Martin, dan Cak Kliwon.

Cak Dikin, seperti yang diceritakannya pada saat hunting percil di Sidodadi, naik dua ekor monster, di Tambak kasus, desa Gebang. Ini pun diamini oleh Cak Surip, juga Cak Gito, yang membantu jaga di tambak itu.

Data-data ini tentu akan menarik tokoh-tokoh gantung stick, untuk mulai bergabung lagi.

Kenang-kenangan tahun lalu.

Saya masih ingat, awal bulan Oktober tahun lalu, saat itu hujan sudah mulai turun di Sidoarjo, lebih awal datangnya daripada tahun ini. Saat itu, saya trip bersama Cak Dikin, Christian, Anwar Kakak, Cak Pri, Klunthing, dan Cik Poo, di tambak Rangkah Lor, tambak yang dijaga Cak Sai’in, saya berhasil mendaratkan seekor monster 2,15 kg, saya harus nyebur ke tambak untuk menjemputnya naik. Dan akhirnya itu menjadi data monster terbesar saya di tahun 2012.

Seperti orang-orang pada umumnya, ingin mengulang kembali sukses yang manis dan membanggakan tentunya, saya sudah berangan-angan untuk kembali trip ke sana, di awal musim hujan seperti sekarang ini. Biarpun bulan dan tahun-nya berbeda, barangkali hasilnya nanti bisa sama, bahkan lebih, siapa tahu, ya kan ?


Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

2 komentar:

  1. min kl sabtu - minggu ada trip ajak2 y, ane pengen belajar mancing kutuk nih.....

    BalasHapus
  2. @ Purnomo Setia Budi, terima kasih telah berkunjung dan menjadi member, suatu saat Insya Allah, bisa ketemu.

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda di blog kami, dengan senang hati, kami mempersilahkan Anda untuk memberikan masukan, saran, dan komentar.
Salam bahagia.