Rabu, 27 November 2013

Start Awal Yang Indah

Start Awal Yang Indah

Tokoh pertama yang mulai muncul dan gabung lagi dengan acara Mancing Kutuk Gabus di awal musim hujan tahun ini adalah Koh Hwat, setelah sekian lama sering absen dari trip di musim kemarau, beberapa waktu yang lalu. Begitu mendengar khabar tentang munculnya spot-spot baru oleh karena adanya hujan, yang kini mulai di eksplore oleh tim Mancing Kutuk Gabus, dan ternyata sebagian besar benar, Koh Hwat muncul lagi, dan langsung bergabung. Hasilnya, “ Start awal yang indah ! “, katanya sambil menenteng kutuk pertamanya, pada trip perdananya di musim hujan tahun ini, Selasa 26 Nopember 2013, Tambak Rangkah.  


Koh Hwat dan kutuk pertamanya musim ini


Dan seperti biasanya, pasangan yang paling sering berangkat serta bersama dengan dia pada saat trip, adalah Anwar Kakak. Saking akrabnya hubungan kedua tokoh kutuk kita ini, baik pada saat mancing maupun dalam pergaulan sehari-hari, saling ejek mengejek dan gojlok-gojlokan pada saat mereka mancing, adalah hal biasa. Berangkat mancing mereka boncengan, tetapi begitu tiba di tambak mereka langsung bermusuhan, lucu memang. Kalau ada terjadi gagal waktu mereka strike, ikan lepas, dan sebagainya, mereka malah saling nyukurno, saling ejek, dan saling menertawakan. Itu sudah terjadi selama bertahun-tahun sejak mereka gabung di tim Mancing Kutuk Gabus, begitulah Ente dan Ana, panggilan akrab mereka satu sama lain.
       
“Jangan sombong Ente (panggilan untuk Koh Hwat), cuman segitu aja sudah teriak-teriak,….lihat ini…Ana juga bisa !“, teriak Anwar kakak kepada Koh Hwat, sambil menyentak sticknya ke atas, “Strike….strike…haa…haa..!“, ejek Anwar kakak.

“Lepas to….lepas to…lepas too….!“, balas Koh Hwat, tetapi tidak berhasil, Anwar kakak tetap strike, mereka berdua skornya satu sama, dan waktunya pun hampir bersamaan. 



Anwar kakak dan Koh Hwat

Berikutnya mereka berdua bergantian strike, gojlok-gojlokan makin seru, siapa yang berhasil menaikkan ikan, mengejek lainnya, begitu seterusnya.

Saya dan Cak Sambun agak kurang berhasil pagi itu, spot di depan saya sebenarnya juga bagus, banyak kutuknya, tetapi bibit ikan dan udang panaminya tarap (mercik-mercik di permukaan air), kutuk-kutuknya pada nenggaki itu, dan percil saya kurang mendapat perhatian. Demikian pula yang dialami Cak Sambun, beberapa kali pindah posisi, kondisi airnya hampir sama, kutuknya cuma nenggak-nenggak saja, tetapi ndak mau makan, " kutuknya pinter semua Om, milih udang panami daripada kodok, harinya Koh Hwat, dapat tempat nggondhol ! ", katanya.

Mancing kutuk bersama di tambak memang begitu, siapa salah naruh pantat (posisi) pada saat pertama tiba di lokasi, jangan menyesal, kalau spot lainnya sudah diduduki orang. Karena rata-rata pemancing di tim Mancing Kutuk Gabus, sudah hafal dengan keberadaan kutuk, “penciumannya tajam, hidungnya biasa membau kutuk, huooo..hooo..ho..!“, kata Cik Poo.

Itulah yang terjadi pada saya pagi itu, begitu tiba di lokasi, salah naruh pantat, saya terlalu tergiur dengan banyaknya tenggakan. Begitu saya casting berpuluh-puluh kali dan tidak nggondhol, saya tetap saja penasaran untuk terus mencoba  dengan berbagai macam cara  mengkontrol umpan, dan tidak segera pindah untuk mencari spot yang lain. Apalagi pola makan kutuk di spot saya ini agak ruwet, setelah nyantap mereka jalan terus nggak mau nelan, nelannya lama sekali, begitu saya sambit seringkali gagal. Akhirnya ya tetap  dapat, tetapi tidak sebanyak Koh Hwat dan Anwar kakak. 

 “ Hujan kemarin sore terlalu deras Om, mungkin airnya juga kena limbah, makanya tarap. Kalau sampeyan ke sini tadi malam, biuuhh-biuuh…kutuk-kutuknya megilan,…panami saya ditenggaki kutuk, saya sampai ndak mentolo ngelihat,…jrak..jrok..di sana-sini. “, kata Cak Yudi, penjaga tambak itu.

Kurang lebih jam 8.00 siang Abah Faudzi (pemilik tambak) datang, begitu melihat kepisnya Koh Hwat beliau langsung tertawa senang,” Wihhh…puinter tenan sampeyan, dapat segitu banyak ! “, katanya kepada Koh Hwat.

“ Iya Bah,..lagi rejeki ini Bah, permisi lho Bah, saya mancing kutuk di tambaknya Abah ? “, jawab Koh Hwat sekaligus minta ijin.

“ Lho monggo silahkan ! Ndak apa-apa Mas, saya malah senang, kutuk-kutuk segitu itu ganas-ganasnya ikan. Saya sendiri juga heran, datangnya seperti siluman, padahal baru saja bibit saya masukkan, kok tahu-tahu sudah banyak kutuknya, dan sudah pada segitu besar, datangnya dari mana gitu lho? “, kata Abah Faudzi.


Dari kiri : Koh Hwat, Cak Har, dan H. Faudzi (Pemilik Tambak)


Demikianlah cerita tentang trip pagi itu, rejekinya Koh Hwat dan Anwar kakak. Koh Hwat terutama, karena pagi ini adalah trip perdananya Koh Hwat, di awal musim hujan tahun ini, trip yang pertama, tetapi langsung bikin gebrakan, “ start awal yang indah “, seperti apa yang dikatakannya tadi.

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Selasa, 26 November 2013

Mancing Melatih Kesabaran - Ki Gendeng Kampiran

Mancing Melatih Kesabaran
-Versi : Ki Gendeng Kampiran –

Hari itu Minggu, 24 Nopember 2013, kami trip ber-tiga di tambak yang dijaga dan dikelola oleh Cak Wajib, pesertanya adalah saya, Cak Kliwon, dan Cak Pri. Seperti yang sudah kami perkirakan sebelumnya, hari itu kami bertiga lumayan sukses dengan omset kami pagi itu, semuanya omset. Ini semua berkat informasi yang saya dapat dari Cak Benu, tukang sengget yang biasa belanja di tempat saya. Saya sudah buktikan berkali-kali, informasi dari dia hampir selalu joss, kalau toh dulu pernah meleset, itu karena saya sendiri yang salah, terlambat waktunya, sudah di trip berkali-kali oleh rekan-rekan pemancing kutuk yang lain, saya dan teman-teman baru datang sesudahnya.

Hari itu kami lumayan omzet, saya dan Cak Kliwon kurang lebih sama, masing-masing dapat lebih dari 10 ekor, masing-masing 5 kiloan kira-kira, dan Cak Pri yang agak terlambat menemukan spotnya juga masih bisa dapat kurang lebih 3 kiloan. Sorenya saya dan Cak Kliwon kembali lagi ke sana, dan saya masih dapat 6 ekor (kira-kira 2,5 kg), Cak Kliwon pun dapat, tapi entah dapat berapa saya tidak tahu, karena kita pulangnya tergesa-gesa, malam hari di tambak, nyamuknya luar biasa.

Sebenarnya tidak ada hal-hal yang menarik untuk diceritakan tentang segala sesuatu yang terjadi di seputar kegiatan mancing hari itu, karena tidak ada monster kutuk yang naik, padahal sebenarnya di sana ada banyak tenggakan-tenggakan yang ekstrim, tenggakan monster. Yang menarik untuk kami ceritakan  adalah pertemuan kami dengan sahabat lama saya, Ki Gendeng Kampiran (nama samaran / sebutan dari kami untuk orang-orang yang punya pemikiran nyentrik dan nyeleneh di dunia Mancing Kutuk Gabus ), di warung sego-sambel Cak Paidi, pinggir jembatan, jalan raya lingkar timur Sidoarjo, saat kami mampir makan sepulang dari trip pagi itu.  Yaitu tentang falsafah, pemikiran dan pandangan beliau tentang kegiatan kami mancing, pada saat kami ngobrol dengan beliau, sembari kami makan dan ngopi.

“ Hallo Mbah ! “, sapa saya kepada beliau, saat beliau sedang larut dengan rokok kreteknya. Rupanya beliau baru saja selesai makan, piring kosong dengan sisa sambel yang masih banyak, tergeletak di atas meja, di depan tempat duduknya.

“ Hueee…hallo …tumben...dari mana sampeyan itu, monggo….pinarak ! “, balas beliau dengan akrab.

Kami bertiga lalu menyalami Ki Gendeng Kampiran, dan menyalami Cak Paidi, “ piye khabare Kang, rame ta ? “, sapa saya kepada Cak Paidi, pemilik warung sego-sambel, yang asal aslinya sama dengan saya.

“ Apik-apik wae Kang, isuk mau lumayan rame, waktunya orang berangkat mancing, sekarang ya tetap rame, ada Mbah iki opo…..haa…haa…haa ! “, jawab Cak Paidi, dengan logat ndeso, khas cah Bojonegoro. “Kang Har sak bolo-bolone iki nek mangan mesti ke sini Mbah, kadang bareng-bareng orang banyak, sampai tempatnya gak muat “, kata Cak Paidi kepada Ki Gendeng Kampiran, sambil menyiapkan kopi dan sego sambel untuk kami, tanpa kami pesan.

“ Sampeyan itu lho dik, kok hoby sekali mancing, tiap ketemu sampeyan kok mesti bilang dari pulang mancing, kalau nggak gitu ya  mau berangkat mancing ?”, kata Ki Gendeng kepada kami.

“ Iya Mbah, namanya juga hoby, refressing Mbah, ngilangno stress ! “, jawab Cak Pri.

“ Stress kok tiap hari, masak tiap hari stress, hee.he.he.. ? “, lanjut Ki Gendeng Kampiran.

“ Nggih mboten Mbah, hiburan Mbah,…cari hiburan yang murah meriah, mau hiburan lain sayang duwitnya Mbah, mending buat mbayar anak-anak sekolah, lak iya to Mbah ? “, jawab Cak Pri.

“ Iyo mesti toh, piye oleh ta..he..he..he ? ” , tanya Ki Gendeng Kampiran dengan ketawanya yang khas.

“ Oooh jangan tanya Mbah…orang-orang ini geng kutuk Mbah,.. kalau mancing setengahnya sandang pangan…haa…haa…haa..sorry lho Kang…kalau kadung dapat bisa sakpirang-pirang ! “, Cak Paidi ikut nimbrung, sambil terus menyiapkan makanan, sebentar lagi semuanya siap disajikan.  

“ He…hee..he.. masak toh, kalau mesti dapat sak pirang-pirang, kapan-kapan aku tak ikut….he…hee..he..! “, kata Ki Gendeng Kampiran, sambil terkekeh ngejek, setengah tak percaya.

Berikutnya kami bertiga menikmati sego sambel yang disajikan oleh Cak Paidi, Ki Gendeng Kampiran dan Cak Paidi menemani kami, mereka berdua ngobrol tentang mancing kutuk ala cara kami. Dengan detail Cak Paidi menceritakan segala sesuatu tentang cara mancing kutuk teknik casting umpan percil, yang selama ini kami terapkan, Ki Gendeng Kampiran mendengarkan sambil  bertanya ini dan itu, kami bertiga asyik dengan sego sambel kami masing-masing, sambil sekali-sekali meng-iyakan cerita Cak Paidi. 

Sego sambel Cak Paidi memang maknyus menurut ukuran lidah kami, asin, pedas, manis, dan gurihnya terkomposisi dengan serasi, sesuai dengan selera kami, terutama untuk saya, yang berasal dari daerah yang  sama dengan penjualnya. Makan nasi sambel di sini, seperti makan nasi sambel olahan Ibu saya di rumah.

Padahal yang saya makan cuma nasi, plus sambel, telur goreng, tempe goreng, dan kubis mentah, itu saja yang di piring saya, tapi nikmatnya luar biasa. Saya yakin Cak Kliwon dan Cak Pri merasakan hal yang sama dengan saya, melihat begitu lahapnya mereka makan, apalagi Cak Pri, berkali-kali tampak dia menyeka mukanya yang basah oleh keringat. “ Muantaabbb Kang…sambelnya ! “, katanya.  

“ Sampeyan sudah berapa hari Kang, ndak makan …,ha..ha..ha...? “, gurau Cak Kliwon kepada Cak Pri.

“ Bahhh….! “, jawab Cak Pri kethus dan singkat.

Begitulah nikmatnya makan saat perut kita memang benar-benar lapar, makan dengan seadanya,  tepat pada waktunya, murah meriah tetapi nikmat, saking nikmatnya sampai kami sudah tak peduli lagi dengan obrolan Cak Paidi dan Ki Gendeng Kampiran.

Namun tak lama kemudian,  kami jadi nimbrung lagi dengan  mereka, saat mendengar obrolan mereka yang akhirnya mulai berubah menjadi debat, dan adu argumentasi. Ki Gendeng Kampiran protes, saat suatu ketika Cak Paidi berkata demikian, “ Mancing itu melatih kesabaran ! “.

Pandangan Ki Gendeng Kampiran

“ Wah ini, yang saya tidak bisa terima, mancing kok melatih kesabaran, kalau memang benar mancing itu bisa membuat orang jadi sabar, kita semua tidak usah belajar dan berguru jauh-jauh, mancing terus saja, biar sabarnya puol-polan, ya toh ! “, kata Ki Gendeng Kampiran.

“ Lho, kita ini termasuk orang sabar lho Mbah, orang neriman...haa..haa..haa ! “, gurau saya menyela Ki Gendeng Kampiran.

“ He...he..he...kalau nggak nerimo, terus mau protes sama siapa...he..he “, jawab Ki Gendeng Kampiran.

“ Mancing melatih kesabaran itu cuma tembung sanepo, tahu nggak sanepo, sanepo itu bisa berupa perlambang, bisa berupa peribahasa, bisa berupa sindiran halus, bisa juga nubuatan untuk hal-hal yang belum terjadi, bisa tembung kosok-bali (lawan kata), dan lain-lain. Contohnya seperti orang yang mudah lupa, terus dibilang karena kebanyakan makan brutu (maaf = anus ayam), ayam yang mana he...he..he. Ayo to kita kupas satu persatu, apa itu mancing, dan apa itu artinya sabar, terus kita hubungkan, nyambung nggak kira-kira nanti ? “ lanjut Ki Gendeng Kampiran.

Mancing menurut Ki Gendeng Kampiran

Mancing itu asal muasalnya dari kata pancing, sampeyan semua tahu kan bentuknya seperti apa, “ngganthol “, yaitu alat yang dipakai untuk mengangkat dan mengeluarkan benda-benda, baik yang tampak maupun yang terjepit dan tersembunyi, dengan cara menusuk lalu mencongkel supaya terkait dan bisa diangkat naik /  keluar. Terus diberi awalan me, menjadi kata kerja, dan huruf depannya “p” lebur supaya enak disebutkan, menjadi kata “memancing”, lalu biar ringkas, disingkat lagi tanpa awalan menjadi “mancing”, he..he...he biarpun tua begini, jangan dikira Mbah ini ndak mambu sekolah...he..he..he “, kata Ki Gendeng Kampiran dengan gaya seperti orang-orang terpelajar. Karena nggak ngerti, kami pun diam semuanya mendengarkan, saya pribadi mulai  tertarik dengan apa yang beliau katakan.

“ Dalam perkembangannya, mancing itu bisa dihubungkan dengan berbagai macam kata, yang mana filosofi dari kata mancing itu sendiri,  nantinya tetap hampir-hampir serupa / ekuivalen, contohnya ; mancing ikan, mancing pembicaraan, mancing perkara, mancing berita (rahasia), mancing konde...hee..he..he, jangan terlalu serius gitu toh.  Ayo diperhatikan, filosofinya kan hampir sama, memberi susuatu, umpan maksudnya, supaya keluar kata-kata, supaya muncul perkara, supaya makan ikannya, supaya mau keluar dari persembunyiannya, he..he..he.. iya toh ! Jadi yang namanya mancing itu mesti perlu ada umpan, atau iming-iming supaya berhasil, perlu ada sesuatu untuk menarik perhatian obyek yang dipancing, supaya bisa mendapatkan apa yang diinginkan oleh subyek yang memancing, iya kan. Itu namanya ngakali, akal-akalan, benar nggak...he..he...he ! Kalau sampeyan bilang mancing itu untuk melatih diri supaya cerdik, supaya tangkas, supaya taktis, saya okey...he..he.he “, sambung Ki Gendeng Kampiran .

“ Mancing konde itu apa to Mbah ? “, tanya Cak Pri.

“ Hee...he..he sampeyan itu ternyata ya nyimak to, tak pikir tadi itu diam terus karena gak nalar, he..hee...he “, jawab Ki Gendeng Kampiran.

“ Lha terus kalau sabar Mbah, penjelasannya bagaimana ? “, desak saya kepada Ki Gendeng Kampiran, supaya terus melanjutkan wejangan.


Sabar menurut Ki Gendeng Kampiran

“ Sampeyan belum terima undangan to, ..he..he..he...Sabar tempo hari kan wis mari lamaran...he..hee...he. Katanya mancing untuk melatih kesabaran kok ya tetap belum tahu apa itu sabar...hee..he...he..berarti sampeyan mancing tiap hari itu muspro, alias percum-tak-bergun...he...hee..he.  Sabar itu adalah keadaan atau sifat seseorang dengan hati yang penuh dengan kerelaan, hati yang ikhlas, hati yang pemaaf dan tidak pendendam, penuh kasih, dan penuh dengan rasa syukur. Sabar itu tidak mudah marah, bisa mengendalikan diri, dan sanggup menahan dan memerangi hawa nafsu. Dia tidak sombong, tidak iri dengan keberhasilan orang lain, juga tidak bersuka-cita atas penderitaan dan cela orang lain. Hee...hee...he...sabar itu ndak gampang saudara..he...he...he. Saya dan sampeyan semua ini masih jauh dari kata sabar...hee..hee...he !  Orang cuma lihat stick ndingkluk-ndingkluk saja kok sudah melatih kesabaran...hee...hee..he ! “.

“ Sampeyan tak ajak ngomong kayak begini cocok nggak, maaf lho ya, tersinggung nggak...he..he..he ?”, tanya Ki Gendeng Kampiran kepada kami.

Cak Paidi mulai membereskan piring-piring dan gelas kosong yang terserak di meja kami, sambil senyum-senyum dia menjawab, “ Nggih mboten Mbah...begitu saja kok tersinggung, iya malah senang to Mbah, dapat pencerahan, iyo Kang ? “.

“ He’ee ! “, jawab saya.

“  Lha terus, supoyo sabar, yok nopo carane Mbah ? “, tanya Cak Paidi, sambil ngelap-ngelap meja supaya bersih.

“ Wah... nek dipancing terus begini bisa duduk di sini sampai nanti sore...he..he..he...dik Har ndak pulang-pulang, selak ditunggu nyonyaeee...hee..hee..he. Wis dik Har, lhang mulih...hee.hhe..he ! “, kata Ki Gendeng Kampiran kepada saya.

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus


Kamis, 21 November 2013

Hujan datang lagi

Hujan datang lagi
Hujan

Hujan, seperti tamu agung yang kedatangannya dinanti-nantikan dengan penuh harap oleh semua orang pada musim kemarau. Dan untuk menyambut tamu agung yang satu ini, semua orang mempersiapkan segala sesuatu, supaya tidak mengecewakan yang ditunggu-tunggu, ada yang beli jas hujan, ada yang mulai benah-benah atap rumah, memperbaiki yang bocor, membersihkan gorong-gorong, memperbaiki saluran air lainnya, meninggikan lantai, tanah, dan berbagai macam persiapan yang lain.

Anak-anak pun demikian, begitu melihat langit mendung tiba, mereka segera kumpul di tengah lapangan sambil membawa bola dan mainan yang lain, bersama-sama menanti datangnya hujan, sambil berteriak berulang-kali menyanyikan lagu hujan, “ cempe cempe….udano sing deres….nek deres tak upahi dudoh tape….nek kurang me’o dhewe ! “.

Kompak dan serempak, seperti bunyi-bunyian kodok di tengah sawah, theot teblung memanggil hujan, kadang berhasil, kadang tidak. Kalau berhasil, hujan deras datang, mereka langsung berlari-lari dan melompat-lompat kegirangan, tertawa-tawa bersama, mereka semuanya.

Namun saat tamu agung ini benar-benar datang, lalu keenakan dan kerasan, karena disambut dengan begitu hangat dan penuh harap, akhirnya seperti tidak punya rasa sungkan, tiap hari datang. Kalau sudah begitu orang-orang sudah merasa biasa, tak lagi mengharapkannya, justru merasa terganggu olehnya, sebel dan risih juga.  Akhirnya hujan pun tersinggung, dan marah, banjirpun terjadi di mana-mana, jadilah apa yang namanya “bencana”. Saat itulah penyesalan muncul, orang-orang pun  terkenang lagi sama pacar yang lama, panas / kemarau.

Begitulah yang terjadi selama bertahun-tahun dan berabad-abad, sejak jaman nenek-moyang. Musim kemarau minta hujan, tapi kalau sudah musim hujan minta kemarau, artinya cenderung menyia-nyiakan yang sedang ada, gampang bosan, dan selalu mengharapkan yang lain. “ Umat ini memang cenderung tidak setia, hatinya sarat dengan perselingkuhan !“, kata Ki Gendeng Kampiran.


Hujan bagi tokoh-tokoh Mancing Kutuk Gabus

Hujan kini sudah mulai datang di Sidoarjo, seperti yang diharapkan, hari-hari mendung senantiasa menggelayut di atas langit. Tak tahu dengan pasti, kapan mereka jatuh, mau beraktifitas ataupun pergi ke mana-mana jadi was-was, padahal sebelumnya dirindukan dan dinanti-nantikan.

“Eeeh..atap bocor saja belum sempat memperbaiki, kok ya sudah mulai hujan.”, keluh Cak Dikin.

“Nggihh Cak Kin…saya saja janji ngantar Emak pulang ke Nggelathik juga belum sempat-sempat gini kok, mendung terus, takut kehujanan di jalan “, keluh Cak Sambun juga.

“ Iya, mau ngecat teralis kok ya mendung begini, nanti baru dimulai tau-tau hujan. “, sambung Gus Salam.

“ Sama ! Saya ya gitu kok, ngarang lagu kurang satu bait saja, ehh hurufnya jatuh kececer di Mojokerto”, timpal Pakde Sengat.

“ Huaa….haa…ha ! “, semua orang tertawa.

Yang tidak kenal mereka tentu percaya begitu saja, ketika mereka mengeluhkan dan mempersoalkan masalah mendung dan hujan, tapi bagi kami, sahabat karib mereka di dunia per-kutuk-an, itu semua hanyalah abang-abang lambe ( gincu untuk memerahkan bibir ), daripada tidak ada yang dibicarakan.

Saya dengar sendiri kemarin malam dari Cak Dikin, saat mau berangkat hunting percil (cari anak kodok) bersama di sawah, di desa Sidodadi, demikian, “ Waduh Oooom, Tambak kasus katanya mau disat, kemarin kena lagi sama saya 2 ekor monster, yang satu 1,3 kg, satunya lagi hampir 2 kg, orang-orang perumahan banyak yang ngelihat, saat saya otot-ototan, yang satu akhirnya harus tak ceburi, daripada lepas. Moga-moga saja hujan terus to, biar nggak bisa ngesat dulu, masih banyak yang belum kena soalnya. Rencana sampeyan besok mau tak ajak ke sana. “. 

Kalau Cak Sambun malah tadi pagi ngomongnya, saat trip bersama dengan saya di Tambak Gethuk, saya tidak jadi ikut Cak Dikin di Tambak kasus, soalnya paginya ternyata memang benar mulai disat, yaitu yang bagian barat, dekat jalan raya. Di Tambak Gethuk, pagi-pagi sekali tenggakan dan gondholannya luar biasa, tapi ketika matahari muncul langsung lesu dan senyap, terus Cak Sambun berkata demikian, “ Siang dikit  kok langsung sepi ya Om, airnya terlalu bening mungkin, jadi siang dikit mereka sembunyi. Mudah-mudahan nanti ada hujan deras, besok coba kita hajar lagi, siapa tahu lebih omset “.

Kira-kira, mungkinkah tokoh-tokoh Mancing Kutuk Gabus mengeluhkan datangnya hujan, mempersoalkan mendung dan hujan ? Bukankah tentang mendung dan hujan, mereka berkata, “Cuaca benar-benar mendukung !“.

Saya lebih percaya kalau mereka semuanya ini, termasuk saya juga tentunya, sekarang ini sedang mengatur strategi dan membuat persiapan, baik itu untuk diri sendiri, maupun kelompoknya masing-masing, tempat-tempat mana yang sebaiknya digarap lebih dulu untuk trip di awal-awal musim hujan.

Saya yakin semua tokoh punya incaran masing-masing, yaitu spot-spot yang sebenarnya bagus, tetapi sulit dikerjakan pada saat musim kemarau, entah mungkin karena airnya cenderung asin, atau karena kutuk-kutuknya terlalu jauh di tengah-tengah tambak sehingga tak terjangkau lemparan, tambaknya sedang ngepe ganggang (airnya terlalu dangkal dan ganggangnya rapat), airnya banger terus, dan lain-lain.

Biasanya setelah ada hujan deras, dua atau tiga kali hujan deraslah kira-kira, kondisi air di tambak mulai berubah, dan perubahannya ini seringkali menguntungkan tokoh-tokoh pemburu kutuk, di tim Mancing Kutuk Gabus. Ini kalau kita pelajari dari yang sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Itulah sebabnya mengapa tokoh-tokoh yang absen dari trip sekian lama, biasanya akan muncul lagi pada awal musim hujan, seperti sekarang ini. Sebentar lagi acara Mancing Kutuk Gabus akan semarak lagi, pada musim hujan. Apalagi didukung dengan cerita tentang mulai bergeliatnya tokoh-tokoh galau, yang selama ini tetap trip walaupun galau.



Cipto ( penyebut pertama istilah " Pemancing Galau ") - Strike !

Cak Martin Bogank misalnya, mulai geliat beberapa hari yang lalu di selatan Tambak Kali Wakul, 6 ekor beratnya 5,7 kg. Berarti monsternya lebih dari 4 ekor, tentunya. Berita ini diamini oleh Cak Surip, juragan kutuk di desa Gebang.

Cak Budi, naik monster 1,5 kg di tempat yang sama, saya dan Cik Poo saksinya, karena kami trip bertiga waktu itu, saya, Cik Poo, dan Cak Budi.

Saya sendiri juga mulai geliat dari keadaan galau yang panjang, tiga hari yang lalu naik 1,3 kg di tempat yang sama dengan Cak Martin dan Cak Budi tadi, Cak Martin dan Cak Kliwon saksinya, karena kami memang trip bertiga, saya, Cak Martin, dan Cak Kliwon.

Cak Dikin, seperti yang diceritakannya pada saat hunting percil di Sidodadi, naik dua ekor monster, di Tambak kasus, desa Gebang. Ini pun diamini oleh Cak Surip, juga Cak Gito, yang membantu jaga di tambak itu.

Data-data ini tentu akan menarik tokoh-tokoh gantung stick, untuk mulai bergabung lagi.

Kenang-kenangan tahun lalu.

Saya masih ingat, awal bulan Oktober tahun lalu, saat itu hujan sudah mulai turun di Sidoarjo, lebih awal datangnya daripada tahun ini. Saat itu, saya trip bersama Cak Dikin, Christian, Anwar Kakak, Cak Pri, Klunthing, dan Cik Poo, di tambak Rangkah Lor, tambak yang dijaga Cak Sai’in, saya berhasil mendaratkan seekor monster 2,15 kg, saya harus nyebur ke tambak untuk menjemputnya naik. Dan akhirnya itu menjadi data monster terbesar saya di tahun 2012.

Seperti orang-orang pada umumnya, ingin mengulang kembali sukses yang manis dan membanggakan tentunya, saya sudah berangan-angan untuk kembali trip ke sana, di awal musim hujan seperti sekarang ini. Biarpun bulan dan tahun-nya berbeda, barangkali hasilnya nanti bisa sama, bahkan lebih, siapa tahu, ya kan ?


Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Jumat, 15 November 2013

Belajar Fotografi di Tambak

Belajar Fotografi di Tambak


Mancing kutuk di tambak pada bulan Nopember seperti sekarang ini memang kerap kali galau, alias jarang omset, dapat 5 ekor saja sudah termasuk bagus, tidak seperti halnya kalau kita trip pada saat musim hujan. Tetapi semuanya ini tidak menyurutkan semangat tokoh-tokoh Mancing Kutuk Gabus untuk tetap eksis di tambak.

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan di tambak, selain mancing kutuk, sesuai dengan hoby kita masing-masing, selain mancing tentunya. Karena tambak adalah termasuk alam bebas yang memungkinkan kita untuk bertemu dengan segala sesuatu, sesuai perhatian dan sisi pandang kita masing-masing.

Cak Dikin dan Klunthing contohnya, sembari mancing mereka juga sambil mencari kalau-kalau ada piyek (anak-anak) burung, seperti burung prenjak, burung cendet, trucukan, perkutut dan lain-lain, yang memang seringkali kita temui membuat sarang di atas pohon-pohon atau di rerumputan yang ada di sekitar tambak. Kedua tokoh kita ini memang hoby memelihara burung, dan nyatanya mereka juga sering mendapat itu semua di sekitar tambak.

Untuk saya sendiri, sesuai dengan dapuk (lakon / posisi) saya sebagai admin di Mancing Kutuk Gabus, yang kerap kali harus trip dengan membawa kamera, akhirnya saya juga menjadi terbiasa dengan acara jeprat-jepret untuk mengambil gambar. Konsentrasi pun akhirnya juga mengarah ke sana, tengok kanan-kiri dan atas-bawah untuk mencari-cari apa yang bisa saya jepret, apa yang menarik dan layak untuk saya jepret. Dan ternyata saya sangat menikmatinya, mancing kutuk teknik casting umpan percil, sambil belajar fotografi di tambak.



Yellow flower
" Bunga "
Saya sebut saja demikian, karena saya belum tahu namanya.

Foto ini saya ambil tadi pagi saat pulang dari trip, kebetulan melihat bunga ini, mekar dan tumbuh di sekitar tanah kosong bekas Tambak Penjara. Cantik kan ?



Seperti biasa, sebelum upload saya suka minta pendapat teman-teman, kebetulan kali ini Kang Win. " Bagaimana Kang, bagus nggak ? ", tanya saya.
" Yah.. bagus lah... ini sudah termasuk buuaagus, daripada dulu pertama kali ambil gambar pakai kameranya handphone,..haa...haa ! ", jawab Kang Win.

Seingat saya, belum pernah sekalipun ada yang bilang tidak bagus, atau setidaknya bilang kurang bagus, ketika saya minta pendapat dari rekan-rekan, bahkan ketika dulu kita masih ambil gambar dan video untuk bahan upload dari kamera handphone. Padahal sesungguhnya saya ingin jawaban dan masukan yang benar-benar jujur.



Bunga rumput




" Bunga rumput "
Saya beri nama demikian, karena ini memang bunganya rumput, yaitu rumput yang tumbuh di depan saya, saat casting tadi pagi di Tambak Wedok, lumayan naik 5 ekor totalnya 2,3 kg. Kalau diuangkan kurang lebih 46 ribu, " lumayan jee...itu kalau ngamen harus nyanyi berapa lagu, huoo..hhooo..ho ! ", kata Cik Poo. 

" Ini bagus Kang ? ," tanya saya lagi kepada Kang Win.

" Wis ta lah...buagus-bagus..! ", jawab Kang Win.



Kwangwung










" Kwangwung "
Ini Kang Win yang memberi nama, ngawur dan asal-asalan tapi lucu juga kedengarannya.

Photonya juga saya ambil tadi pagi di Tambak Wedok, seperti juga foto-foto lainnya, semuanya ini saya jepret pakai kamera digital Samsung PL20, dari jarak kurang lebih 20 cm tanpa flash. Saya suka kamera ini, kecil ringkas, bisa masuk saku dan mudah saya bawa ke mana-mana. Yang istimewa adalah sejarahnya. Pertama kali bikin blog Mancing Kutuk Gabus, kita ambil gambar maupun video pakai kamera handphone, dasar rekan-rekan semuanya itu orang-orang yang pandai menjaga perasaan, saat saya minta masukan tentang gambar, mereka semua selalu bilang okey, bagus. Namun saya yang kurang puas, akhirnya saya jual alat fitnes saya yang memang sudah lama tidak terpakai, dan saya belikan kamera Samsung PL20 ini. Yang penting bisa dapat gambar lebih bagus, toh mancing kutuk juga olahraga pagi sekaligus hiburan “.



Kepik

" Kepik "
Ini juga Kang Win yang memberi nama, awalnya saya tanya, " ini apa Kang, bagus ndak ? ,"

" Lho.lho..lho..ini gambar apa kok mau diikutkan, ini kan seperti walangsangit,...ini kan cuma kepik, binatang nggak punya nilai seni sama sekali ," kata Kang Win.

" Lha kita semua, sekian banyak orang ini apa ada yang seni, apa ada yang nggantheng, huoo...hoo...hoo ? ",  jawab Cik Poo menimpali Kang Win, tanpa butuh jawaban.

Sebenarnya saya punya keinginan lebih tentang seting gambar-gambar maupun video untuk Mancing Kutuk Gabus, yang kita banggakan bersama ini, dan saya akan belajar dan berusaha dengan peralatan yang lebih bagus lagi, pada saatnya nanti, kalau Tuhan mengijinkan. Untuk saat ini, cukup dengan apa yang ada, toh masih banyak fiture-fiture yang belum saya kuasai dengan baik, dari alat yang sekarang ini. Saya masih ingat dengan jelas kata-kata bijaknya Pakipunk tentang sarannya mengenai set peralatan mancing kutuk teknik casting umpan percil, di bloknya Sodikin ;


Salam sayang dari saya.

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Sabtu, 09 November 2013

Pakipunk - Hoby lama kambuh lagi

Pakipunk - Hoby lama kambuh lagi



Pakipunk


Lama absen dari Trip, kemana Pakipunk ?
Ternyata penggagas Mancing Kutuk Gabus ini, punya kesibukan dan hoby baru, lebih tepatnya hoby lama yang kambuh lagi.

" Absen mancing kutuk bukan berarti saya tidak bisa berasyik-ria Bung, lihat ini ! ", katanya.




Pakipunk's black thing



Luar biasa mengkilat, sampai wajah saya terlihat jelas dari bodynya, seperti berdiri di depan cermin. Ini barang jelas keluaran lama, tetapi Pakipunk luar biasa merawatnya. Orang kalau sudah hoby memang setengah gila, pikir saya.


" Maaf Pak, jangan tanya soal harga, itu sara, tanya yang lain saja ya ! ", jawabnya kepada saya, ketika saya menanyakan tentang harga. Berikutnya Pakipunk berbagi dengan saya tentang banyak hal seputar isteri keduanya ini, mulai kronologi bagaimana dia bisa ketemu dengan mobil ini, tentang teknologi, tentang kenyamanan, cara merawat, dan lain-lain seputar hoby lamanya ini. Saya terus saja mendengarkan, dan saya berusaha empati dengan apa yang dia rasakan, senang, cinta, dan sayang tentunya.




Simpanan Pakipunk


" Kenapa tidak dibawa saja ke Salon Mobil Pak, biar kita tetap bisa mancing ? ", tanya saya.

" Kenapa sampeyan mancing Pak, kok nggak beli saja ke pasar ? ", jawab Pakipunk spontan.


" Ampuuun Pak ! " jawab saya, sadar.

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Minggu, 03 November 2013

Trip di Tambak Asem - Lumayan daripada galau


“ Lumayan daripada galau “

“ Mancing tanpa gondholan, ibarat pesta tanpa hidangan “, begitulah rekan-rekan di kelompoknya Cak Budi merayu saya untuk ikut trip di lokasi mereka.

Akhir-akhir ini saya memang biasa trip sendirian, dan lokasinya juga dekat-dekat saja, selain karena tidak tahan cuaca yang pagi hari sudah terasa panas, juga lokasi castingnya yang semakin susah. Sebagian tambak diklanthang ( dikeringkan ), dan sebagian lainnya banyak yang berubah menjadi sawah. Trip jauh-jauh di lokasi baru ikut rekan-rekan, takut pulangnya kesiangan, tetapi trip dekat-dekat di lokasi yang itu-itu saja, hasilnya saya sering galau. Mau libur dulu beberapa waktu seperti rekan-rekan Mancing Kutuk Gabus yang lain, saya juga tidak bisa, mancing memang hoby saya sejak kecil.

Hari ini, Minggu, 03 Nopember 2013, saya bergabung dengan kelompoknya Cak Budi, trip di Tambak Asem. Pagi-pagi sekali mereka sudah berangkat duluan untuk melihat tenggakan, Cak Budi, Sambun, Habid, Yuwono dan Otong, dan saya berangkat sendiri beberapa menit kemudian.

Di jalan, saya ketemu Cak Eddy Gondrong, bersolo karir di Tambak Kejen, lalu di Tambak Tugu saya ketemu Erwin Bethik, Cak Pri, dan Cak Kliwon. Cak Kliwon akhirnya ikut saya mengejar dari belakang, rupanya di Tambak Tugu kutuknya masih kecil-kecil,” Aku ikut sampeyan Kang, Tugu masih kecil-kecil, kurang mantab ! “, katanya. Akhirnya kami berdua tiba di Tambak Asem, gabung dengan Cak Budi dan rekan-rekan lainnya.




Tambak Asem, lokasinya luas sekali, kurang lebih 15 ha, airnya sebenarnya sudah mulai asin, tetapi belum terlalu. Hanya tambak ini saja yang masih ada airnya, justru airnya tergolong baru, karena ikan-ikan peliharaannya masih kecil-kecil dan bekas piniannya masih kelihatan jelas dan baru. Tetapi karena kanan-kiri tambak itu pada disat dan kering semua, mungkin kutuk-kutuknya pada lompat dan ngumpul semua di tambak itu.


Budi, lagi serius dengan target gapuran.

Otong, saat ini adalah anggota paling muda di Tim Mancing Kutuk Gabus



Cak Kliwon, memang gaek, panas terik tetap strike



Habid dan Budi

Cak Sambun " Lumayan 3 kiloan ! "











Dari kiri ke kanan : Habid, Sambun, Yuwono, Cak Kliwon, Budi, Cak Har


Benar juga kata teman-teman, mancing yang sudah mulai agak enggan dan kurang gairah karena biasa sepi gondholan, akhirnya jadi semangat lagi, saat trip bergabung dengan mereka di Tambak Asem.

“ Bagaimana Om, sekarang ? “, tanya Cak Sambun kepada saya.

Yah... lumayan, daripada galau ! “, dijawab Cak Budi.


Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus