Senin, 30 Januari 2012

Sejarah Mancing Kutuk Gabus

Mancing Kutuk Gabus - Sejarah 

Mancing Kutuk Gabus adalah sebuah " aktivitas kebersamaan ", yang terbentuk begitu saja, tanpa konsep dan perencanaan, tanpa proses kelahiran, tanpa badan hukum, tanpa ikatan, tanpa iuran, dan tanpa struktur organisasi.
Aktivitas kebersamaan ini terjadi atas dasar kesamaan hoby dan minat dari beberapa orang, yang kemudian menarik simpati beberapa orang lainnya untuk bergabung, berikutnya berkembang menjadi sebuah acara kebersamaan yang rutin dan terjadwal. Seperti halnya acara kumpul2 lainnya, demikian pula dengan acara ini, ada yang datang, ada pula yang pergi, yang penting terus eksis sampai saat ini. Nama " Mancing Kutuk Gabus " pertama kali dicetuskan oleh Pakipunk kurang lebih 3 tahun yang lalu, pada saat acara mancing bersama di Tambak Belibis.
Sejarah
Sebelum terjalin kebersamaan yang rutin dan terjadwal ini, semua personil adalah pemancing2 dari berbagai kelompok dan perorangan yang sudah lama menggeluti dunia mancing di habitatnya masing2, mayoritas adalah pemancing kutuk sungai / rawa ,  yang lainnya adalah pemancing ikan bebas di tambak dan pemancing kolam (galatama).

Kurang lebih 6 s/d 7 tahun yang lalu, Sodikin, Sambun, Sakur dan Harijanto rutin mancing kutuk bersama di sungai2 / rawa2 di daerah Sidoarjo, waktu itu mancing kutuk masih dengan cara biasa, dengan umpan yuyu embes, menje, jangkerik, ulat bambu, ulat daun pisang, cacing, dll.

Di tempat lain, Cak Martin sudah lama malang melintang di rawa2, tambak2 di daerah Surabaya, Gresik, dan daerah2 lain, memperagakan mancing kutuk dengan teknik poping/casting menggunakan umpan percil (anak kodok/katak). 
Berikutnya Cak Martin menurunkan ilmunya kepada Dayat, saat beliau poping di Tambak Wedok ( Rangkah - Sidoarjo ), dan mereka berdua menjadi sahabat karib lalu berdua malang melintang di tambak2 di seputar Sidoarjo. 

Beberapa tahun setelah itu, Dayat, yang memang adalah sahabat karib kami juga, mulai memperkenalkan teknik itu kepada  kami, setelah kami merasakan sendiri efektifitas dan sensasi mancing kutuk dengan teknik ini, lalu kamipun menularkan wabah itu kepada teman2 kami masing2. Akhirnya lama2 berkembang menjadi acara mancing kutuk bersama, yang makin lama - makin maniak, makin banyak orang, makin akrab, makin rutin dan terjadwal.

oleh :
Admin " Mancing Kutuk Gabus "

Hunting percil di desa Grinting - Dokumentasi

Hunting Percil
Lokasi : Sawah desa Grinting - Tulangan - Sidoarjo
  Date : Sabtu, 28-01-2012
Time : 09.00 s/d 24.00 WIB


Setelah minggu2 yang lalu hunting di desa Modong, kali ini tim mancing kutuk gabus cari nuansa baru di lokasi lain, masih tetap di Kecamatan Tulangan - Sidoarjo, tapi agak jauh sedikit, kurang lebih 2 km dari desa Modong, namanya desa Grinting. 

Berawal dari informasi yang di dapat  minggu yang lalu, saat menikmati nasi bebek di pinggiran jalan desa Modong, sepulang hunting percil di daerah itu, tak sengaja Cak Dikin ketemu teman lama yang kebetulan juga nongkrong di warung itu. Cak Jendhol, seorang suplier ayam potong yang dulu pernah tinggal di desa Dadungan, sekarang pindah ke desa Grinting ikut isterinya, kebetulan Cak Jendhol mampir di warung itu, katanya dari kirim ayam di pasar Larangan.

Rencananya  sih berangkat 8 orang, tapi karena ada beberapa alasan akhirnya hanya 5 orang saja yang berangkat. Lokasinya tetap di sawah, tim survey bilang banyak sawah disingkal di sana. Ternyata di sekitar sawah itu ada makam di tengah2nya, justru di makam itulah kita dapat puluhan percil yang ukurannya super2  (ideal untuk poping)," omzeeeett ! ". 



Cak Pri - Hunting di sawah desa Grinting
Ryan - Nonton ular kawin



Ryan - 1 jam hampir putus asa

Mulai omset

Makam desa Grinting - Percilnya super2 (ideal poping )

Hunting percil di tengah makam


Percil tangkapan Ryan - " Luuucuuu ! "

Percil Kuburan - ukuran super (ideal poping)

Sodikin " Master Percil " - selalu omset





 
Cuci kaki di saluran irigasi

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Kamis, 26 Januari 2012

Hunting " Percil " - Variasi Hiburan Baru

Hunting " Percil "
 Variasi Hiburan Baru












Hunting " Percil ", kami sebut demikian agar terdengar lebih intelek dan mulia daripada kata aslinya cari kodok ( carkod = singkatan ), terlebih lagi dari bahasa kunonya nyuloh kodok



Hunting Percil - tim mancing kutuk gabus

Bergabung dengan tim mancing yang satu ini memang lucu, nyeleneh dan aneh2, tetapi bagi kami malah menjadi hiburan yang benar2 segar, menyenangkan dan penuh dengan tantangan. Dan saya yakin beberapa sahabat yang gabung disinipun merasakan hal yang tak jauh berbeda dengan saya.
Mancing kutuk dengan umpan percil ( anak katak/kodok ) tentu saja sangat bergantung dengan stok percil yang ada, biasanya umpan percil itu bisa kita beli di toko2 ikan hias di beberapa tempat di Surabaya, dan kalau stoknya ada maka mancing jalan terus dengan lancar tanpa hambatan, tapi kalau stok di tokonya habis dan teman2 lain di tim juga pada kehabisan stok, ini menjadi hambatan. Masalahnya untuk casting di tambak, umpan yang paling cocok dan lebih jitu itu adalah dengan umpan percil yang asli, bukan dengan umpan percil buatan / frog lure atau umpan tiruan lainnya. " Hanya kutuk2 goblok yang nyangkut kalau pakai umpan mainan ", kata teman2. Karena sudah beberapa kali dicoba, hasilnya kurang memuaskan, mungkin karena banyaknya ikan2 kecil yang bergerak di tengah tambak, sehingga gerakan dari umpan mainan kurang menarik perhatian bagi kutuk2 yang ada  di tambak.  Dapat sih dapat, tapi lama dan kurang omset.

Nah...terjadilah saat yang kami cemaskan tersebut, stok percil di semua toko pakan ikan habis, "  percil lagi kosong, kiriman telat ...!", kata sang penjual, dan itu di semua tempat langganan kami membeli.
" Terus apa kita mau libur - ndak mancing,...? ", gerutu teman2.
" Lha iya..... cuaca mendukung lho....gak mancing taa ? " desak Pak Sambun.
" Lha yok opo... masak pakai cecek ( cicak )....nyari cecek ta ? " kata Cak Sakur.
" Ya mending nyari percil sekalian...daripada nyari cicak..iyo taa...ayo ! " usul Cik Poo.
" Yoo wis ayooo...!!! " serempak menjawab.
" Lha terus nyarinya di mana ? ", ada yang agak ngeper.
" Yo ndok sawah rek... mosok ndok pasar... wis tah ayoo ! " ajak Cak Dikin, mantab dan menjanjikan.

Begitulah awalnya, lalu kami semua sepakat untuk nyari percil sendiri, malamnya kita kumpul2 lagi, saat itu Sabtu malam Minggu, nunggu Cak Pri nutup depotnya, nunggu Pak Sambun momong isterinya jalan2 di lingkar barat, nunggu anak2nya Pakipunk pada tidur semua, saya nunggu tamu pulang, Cik Poo makan dulu, Cak Dikin nunggu potong rambut, dan lain2.... pokoknya semuanya punya alasan sendiri2 untuk datang terlambat, tapi toh akhirnya ngumpul juga dengan peralatan kreasinya  masing2.
" Ke mana ini....? " ada yang  bertanya, karena memang sebenarnya banyak yang ndak tahu mau ke mana.
" Modong ...Tulangan ! " kata Cak Dikin.
" Gak kurang adoh ta...? " tanya yang lain.

Akhirnya malam itu, sampai juga kita ke Modong, daerah dekat kecamatan Tulangan, kurang lebih 10 km dari kota Sidoarjo, areal persawahan yang luas dan subur, hampir tidak ada tanah yang terbengkalai di sana, semuanya termanfaatkan dengan baik oleh penduduk sekitar, saluran irigasi dan pengairannya cukup baik, airnya berlimpah, mengalir deras dan lancar, cukup untuk mengairi seluruh areal persawahan di daerah itu, kami rasa dari sanalah pasokan sayur2an di pasar2 di Sidoarjo, karena hampir setiap halaman rumah penduduk di sana luas dan ditanami dengan berbagai macam sayuran, begitu pula dengan tanah2 kosong berupa tegalan, apalagi areal persawahan. 

Dipimpin oleh Cak Dikin, yang menurut kami paling banyak pengalaman, kami memilih sawah2 yang baru disingkal ( dibajak tanahnya sebelum ditanami padi/sayuran ), agar tidak mengganggu dan merusak sawah yang baru tanam maupun sawah yang sudah rimbun dan tinggal menunggu panen. Lagipula percil lebih mudah dicari di sawah2  yang masih  berupa tanah, becek belum ada tanaman, di pinggiran sawah dan  di parit2 sawah yang masih baru dibuat yang rumputnya belum ada, atau sudah ada rumputnya tapi masih pendek2, daripada di sawah2 yang sudah tumbuh dan rimbun dengan  tanaman. 


Singkat cerita, kita semua langsung lepas sandal dan sepatu , dan terus nyebur semua ke sawah," hunting percil mania...! ", kata Pakipunk.
Bagi yang pernah dan bisa, kayaknya terlihat gampang dan mudah, tinggal menyorotkan senter ke tanah, kalau sudah kelihatan percilnya, dekati pelan2, sorot terus tepat matanya, tangkap hap, terus masukin botol, mudah kan...?
Tapi bagi yang peranakan orang kota, lain lagi ceritanya, sampai jatuh bangun di lumpur-pun nggak dapat2. Dapat satu aja selebrasinya sudah macam2, " dapat satu aja selebrasinya kayak pemain Barcelona ", kata Cik Poo.

Dikejauhan sana, tampak ada  juga  lampu kelap kelip menyusuri sawah, rupanya ada yang nyari percil juga di sana, bukan hanya tim kita saja yang nyari, " itu kayaknya ada kompetitor...!" kata Pakipunk.
" Bukan Pak, itu lebih profesional dari kita, yang dicari itu yang besar2 thok, untuk di jual ", kata Cak Dikin.
" Nyari yang percil aja susahnya minta ampun, apalagi nyari yang gedhe yoo...jam berapa berangkatnya dia itu....sampai jam berapa dia nyari...dapat berapa rupiah ya satu hari....? " ada macam2 pertanyaan.
" Waduh Pak jangan tanya saya,...nanti aja kalau kita selesai nyari, kita ke sana, kita cegat, terus kita tanyai sendiri sama dia..." jawab Cak Dikin.
" Zaman kayak gini, kok masih ada aja ya, orang susah....?" tanya Pakipunk.
" Berarti percil sepuluh ribu dapat 40 ekor itu murah sekali  ya Pak ?", kali ini Wahyu yang ngomong, dari tadi dia diam melulu, serius nyari percil.
" Mangkanya,...kalau beli ndak usah nawar2...minta tambah segala...mulai saat ini ndak usah yaa ... kasihan sama yang nyari...lihat tuh ! ", sambung  Pakipunk lagi.
" Jangan khawatir Pak, Tuhan itu Maha Adil, semua umatnya dikasih makan dengan caranya masing2, kalau sudah dijalani tiap hari mana bisa terasa susah, yang penting bisa terus bersyukur Pak. ", jawab Cak Dikin.
" Benar Pak, liku2 hidup, setiap manusia punya jalan keluar masing2 untuk mempertahankan hidup, yang penting halal Pak. " saya ikut menimpali pembicaraan.

Bagi saya yang asli dari desa, " hunting percil " bukanlah hal yang baru, semasa remaja dulu saya sudah sering melakukannya dengan teman2 sebaya saya, bagi saya ini seperti mengulang kembali kenangan masa lalu dengan teman2 lama saya, saya jadi teringat teman2 masa kecil saya dulu, rindu sekali rasanya mengenang kebersamaan dengan mereka.

Cak Dikin yang memang punya banyak pengalaman aneh2, malam itu banyak berbagi tentang seluk beluk percil, cara menyorotkan lampu senter untuk mencari percil, mengenali dan memilih percil,  habitat yang disukai percil, dan hal2 yang lain seputar percil. kutukmancingkutuk-sodikin.blogspot.com 
Tentu saja sebagai senior tim, dia dapat percil yang paling banyak, yang dia dapatin sendiri itu saja sudah cukup untuk kebutuhan mancing seluruh tim besok pagi, apalagi kalau ditambah punya saya, Cik Poo dan Cak Pri.

Malam itu kami semua dapat pengalaman dan pencerahan yang baru, sebuah variasi hiburan yang baru. Acara yang simpel dan sederhana, tidak membutuhkan dana sepeserpun tapi menyenangkan, becek dan kotor2 tapi malah bikin tertawa, aneh nyeleneh tapi menyegarkan.
Mancing kutuk ternyata benar2 adventure yang bikin kita setengah gila.  " Kalau ndak mbelani kutuk kita ndak akan nemui yang gini2....sarap..! ", kata Cak Dikin.

Semuanya pada setuju agar acara ini bisa diagendakan dan dijadwal secara rutin, " lha terus yang beli percilnya kompetitor tadi siapa.......kalau kitanya " hunting percil " sendiri ? "


Oleh : 
Admin. Mancing Kutuk Gabus