Sabtu, 14 Desember 2013

Belajar fotografi di tambak

Belajar fotografi di tambak


Hujan yang hampir tiap hari dan tiap waktu datang membuat jalanan menuju tambak becek dan berlumpur. Apalagi di tempat-tempat tertentu yang tidak ditumbuhi rumput, wuih.....minta ampun...lengket semua di ban motor, berkali-kali saya hampir terpeleset jatuh. Akhirnya saya berhenti dan tidak nuruti rekan-rekan maniak kutuk lainnya, untuk meneruskan perjalanan menuju ke tambak yang hendak kami tuju, sesuai rencana kami malam sebelumnya. " Wis wis, sampeyan terus saja silahkan, aku tak cari dekat-dekat sini saja, daripada kepeleset, bar...malahan ! ", kata saya kepada teman-teman.

Motor yang sudah kotor semua oleh lumpur saya parkir sekenanya di pinggir tambak, saya cari tempat yang rumputnya agak tebal biar tidak ambles, lalu saya mancing. Lumayan, baru setengah jam saya casting dengan percil, empat ekor kutuk masuk ke dalam kepis saya, " omset ! ", pikir saya dalam hati. Pagi yang tadi gelap, mulai berubah terang saat matahari terbit, saat itulah saya melihat sesuatu di depan saya, pancing saya taruh, kamera saya keluarkan, lalu saya asyik dengan itu sampai siang. " Belajar foto ahh ! ", gumam saya lirih.


Watching the sun in morning

File-nya saya beri nama demikian, karena saya saling pandang dengan matahari, demikian pula sosok bayangan di depan saya.



Photogenic ponds


Segala sesuatu itu pasti memiliki nilai keindahan tersendiri, tergantung dari sisi mana dan bagaimana cara kita melihatnya. Kalau kita hanya berjalan dan sekilas saja memandang, tambak ya tambak, kucing ya kucing, pohon ya pohon, orang ya orang, kutuk ya tetap kutuk. Lihatlah, the shadowman telah selesai dengan tugasnya, sepertinya dia baru saja kehilangan sesuatu.



Watching the sun, hoping the light


Saya mencoba untuk meresapi apa yang ada di dalam benak the shadowman, ketika dia memandang matahari. Itu tentunya sebuah harapan, karena matahari terbit adalah tanda dimulainya suatu hari, suatu hari yang terang karena sinarnya, suatu hari yang lebih cerah, yang lebih baik daripada kemarin, seperti yang juga saya dan anda harapkan terjadi dalam hidup saya dan anda semuanya.

Waktu terus berjalan, matahari mulai naik lebih tinggi, the shadowman sudah tak terlihat lagi di bawah pohon sana, kamera saya simpan lagi di saku, saya mau meneruskan mancing tapi tenggakan kutuk sudah sepi, akhirnya peralatan mancing saya kemasi.

Saat berjalan menuju motor, saya ketemu sahabat saya, pakarnya nyengget, Cak Yudi, dia menyapa saya demikian " Ehhh...jam piro iki kok wis arep mulih...oleh taaa...? ".

" Oleh papat Cak..lumayan..sampeyan oleh ta ? ", sapa saya juga.

" Sik ket taasss teko...ayo yooo ! ", jawabnya setengah berteriak, karena posisi kami memang agak berjauhan, dan saling seberang di antara tambak.

Dan ketika saya sudah dekat dengan tambak tempat saya parkir motor, saya melihat lagi sebuah keindahan......


NGARIT SUKET TAMBAK

Sekali lagi segala sesuatu itu memiliki nilai keindahan, tergantung bagaimana kita memandang. Masalahnya adalah maukah kita memandang, atau lebih ekstrim lagi beranikah kita memandang, atau lebih gila lagi seberapa besarkah saya dan anda  memandang ?


LALAT

Kalau lalat, semut, kecoak, laba-laba, kupu-kupu dan lain-lain kita lihat cantik dan kita bisa berlama-lama mengamati dan mengagumi keindahannya, terlebih lagi manusia, yang jelas-jelas lebih mengenal seni, peradaban dan berbudaya. Tetapi kenapa hanya orang-orang tertentu yang kita pandang ?

Benda-benda teknologi semua orang takjub dan heran, bukankah terlebih lagi apa yang sudah diciptakan TUHAN ?

Terpujilah TUHAN ! 

Salam sayang selalu dari saya !


Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Minggu, 01 Desember 2013

Trip Sabtu dan Minggu

Trip Sabtu dan Minggu


Nonton Cak Nis dadak ganggang
Sabtu, 30 Nopember 2013

Masih penasaran dengan banyaknya tenggakan yang ada di tambak Rangkah, saya memutuskan untuk kembali trip ke sana, Cik Poo dan Cak Kliwon ikut serta, malahan mereka sudah tiba lebih dulu sebelum saya. Sesampainya di lokasi, saya disambut Cak Danis, yang lagi marah-marah karena beberapa masalah, pertama tentang pintu pagar yang rusak, entah kenapa, yang jelas bukan karena tim Mancing Kutuk Gabus. Yang lebih utama lagi adalah karena morat-maritnya ganggang yang kemarin sudah ditata rapi, karena diterjang angin, sorenya. 

“ Lha opo Kang kok ngomel-ngomel dhewe ? “, tanya saya.
“ Waduh Oooom, punggung rasa pegalnya belum hilang karena dadak ganggang kemarin pagi, ehh sorenya diterjang angin lagi, lihat…morat-marit lagi seperti itu. “, jawab Cak Nis.
“ Memang waktunya angin Kang, mestinya ditancapi tonggak-tonggak biar tidak geser kalau angin ! “, saya coba memberi saran.
“ Sampeyan itu gimana, yo sudah Om, tetap gak kuat, tonggaknya rubuh semua, angin segitu lamanya, lama-lama ya rubuh Om. “, jawab Cak Nis.
“ Kutuk-kutuk’e pancet nenggak-nenggak Kang ? “, tanya saya.
“ Tetap, lha itu bolo-bolo sampeyan mancing di kedok lor (kolam utara), sampeyan coba ke sana lho !“, jawab Cak Nis.

Saya tidak menuruti Cak Nis untuk nyusul teman-teman di kedok lor, tetapi saya casting di sekitaran gubuk, sambil ngobrol dengan Cak Nis. Kurang lebih dua puluh kali lemparan saya berhenti, stick pancing saya sandarkan di gubuk, saya mengeluarkan kamera, mengutak-atik fiture-fiturenya, dan sesekali saya jepretkan ke sembarang sasaran, saya lihat hasilnya, lalu saya hapus lagi, begitu berulang-kali. Mendengar Cak Nis berkeluh kesah tentang bagaimana susahnya merawat dan mengatur tambak membuat gairah mancing saya drop, hati ini terasa iba mendengarnya. Apalagi melihat kondisi air yang tetap saja banger seperti hari-hari sebelumnya, ditambah lagi dengan kacau balaunya ganggang akibat angin kemarin sore, percil saya berkali-kali nyangkut dan kebungkus ganggang.

Cik Poo dan Cak Kliwon casting  di kedok sebelah utara, meski jauh tapi tetap kelihatan dari gubuk, tampaknya mereka cuma melempar-lempar terus, tidak pernah kelihatan strike. Saya tetap bermain-main dengan kamera, ada satu gambar yang saya biarkan tetap tersimpan, tidak saya hapus, ini :


Telur Keong Mas

“ Cak Nis, sampeyan ndak dadak ganggang lagi to ? “, tanya saya kepada Cak Nis.
“ Iyo Om, sebentar lagi….airnya masih dingin, siangan dikit, biar tidak kedinginan, ada apa to ? Sampeyan kalau mau mancing monggo ! “, jawabnya.
“ Sampeyan dadak Cak Nis, saya photo ! “, kata saya.
“ Sampeyan iku lak uonok-onok wae Ooom ! “, jawab Cak Nis.

Beberapa saat kemudian Cak Nis beranjak meninggalkan saya, untuk mulai dadak ganggang, saya pun segera menyiapkan kamera. “ Duh Gusti, segini morat-maritnya saya kerjakan sendiri, yok opo carane?”, keluh Cak Nis lagi, saat mulai mencelupkan kakinya ke tambak. 


Cak Danis mulai dadak ganggang

Berikutnya Cak Nis mulai ndadaki ganggang, dengan cekatan dan tanpa ragu-ragu, pertanda ahli di bidangnya, beberapa kali saya jepret dengan kamera, dia tertawa dan sesekali beracting juga.


Cekatan dan tanpa ragu-ragu


" Wah podo karo latihane tai chi master Cak Nis, yo ha....haa..haa ? ", gurau saya.


Tai chi sambil dadak ganggang

" Sampeyan Ooom, guyon thok ora mbantu, melu nyemplung rene lho...haa..haa.ha ! ", jawab Cak Nis.
" Sepurane Cak Nis, aku yo ndak kuat adem kok,...lha.la..iku jurus tai chi nomer piro Cak Nis, haa...haa..haa ? ", gurau saya lagi.


Cak Danis " cekatan "


" Sehabis didadaki begini, besok kutuknya mudah-mudahan mau ngondhol Om, coba besok sampeyan mancing lagi ke sini ! ", kata Cak Nis.


Singkat cerita, trip hari ini tentang kutuk saya galau, tetapi saya sangat senang bisa bersenda-gurau dengan Cak Nis, bisa menghibur Cak Nis, dan bisa menemani dan menyemangati Cak Nis melawan morat-maritnya ganggang yang harus diaturnya sendirian. 

Lagi di tambaknya Cak Wajib
Trip Minggu, 1 Desember 2013

Seperti yang sudah kami rencanakan sebelumnya, pagi ini saya, Cik Poo, dan Cak Kliwon trip ke tambak yang dikelola oleh Cak Wajib, pesertanya tambah satu orang lagi, Narso Tofa. Malamnya dia sms saya, yang isinya, bla…bla…bla..tidak masuk akal semua. Pakai nomer im3 yang baru untuk menyamarkan, tetapi saya tetap tahu ini pasti dari dia, sesuai kebiasaannya.

Saya balas dengan singkat “ opo ! “.
Dia sms lagi “ besok pagi ke mana, boleh ikut nggak, bolomu sing elek iki ? “,
Saya jawab lagi lewat sms pula, “ boleh, tapi ojo ngisin-ngisini ! “
“ Ora –ora ! “, tulisnya.
“ Yo wis nek ngono, meluoo ! “, tulis saya lagi.
“ Nok endi ? “, tulisnya lagi.
“ Wis ta la ! “, jawab saya.

Begitulah, paginya kita semua trip berempat di tambak Rangkah, tambak yang dijaga dan dikelola oleh Cak Wajib, yaitu saya, Cik Poo, Cak Kliwon, dan sahabat lama saya yang sekarang berdomisili di Krian - Sidoarjo, Narso Tofa.

Namanya juga pemancing lawas, apalagi mantan tukang sengget, haa…..haa…haa, tiga kali lemparan langsung strike.


Narso Tofa
“ Lha kalau begini ini namanya ndak ngisin-ngisini…haa…haa ! “, gurau saya.


Narso Tofa masih bisa


Selang beberapa saat kemudian Cik Poo strike juga, yang istimewa kali ini yang naik monster ( kutuk di tambak dengan berat lebih dari 1 kg, kami sebut monster, seperti yang pernah ditulis oleh sodikin tentang berburu monster ).


Cik Poo Strike monster 1,2 kg

Ini adalah hari kedua Cik Poo gabung kembali dengan acaranya Mancing Kutuk Gabus, setelah sekian waktu absen dari trip, karena sibuk kerja di Pamekasan – Madura, musim tembakau beberapa waktu yang lalu. Cik Poo memang kerja dibidang itu.


Cik Poo strike monster di tripnya yang kedua (trip musim hujan tahun ini)


Meskipun tak ada yang monster, Cak Kliwon tetap omset pagi ini, cuma saya satu-satunya peserta yang tetap saja galau seperti kemarin, tetapi tidak masalah, yang penting hati ini tetap senang dan terhibur, dan tidak merasa galau. " Dan yang penting lagi tetap dapat gambaarrrrr, huooo...hoo...hoo ! ", kata Cik Poo.

“ Terus sekarang siapa yang ngisin-ngisini, hee ? “, tanya Cak Tofa di depan saya, Cik Poo, dan Cak Kliwon. 
" Biasa Nar, lakon iku kalah ngarep menang mburi,....haa....haaa..ha ! ", jawab saya.

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus