Kembali ke Prasung
Trip keberuntungan
Tambak di daerah Prasung - Sidoarjo. |
Pagi masih terlalu gelap ketika kami berempat tiba di Prasung, Ryan Berkongkong yang sudah tidak sabar ingin segera masuk ke lokasi tambak, terus saja di depan dan jauh meninggalkan kami di belakang, untung saja berhenti sejenak sebelum menyeberang jembatan.
“ Cepetan Cak ! “, katanya kepada kami.
“ Sabar kong, ini masih terlalu gelap, percuma, ndak bisa lihat tenggakan ! “, jawab Cak Dikin.
“ Yang penting nyampek dulu, nanti kita bisa leyeh-leyeh di sana, ayo ! “, ajak Ryan berkongkong.
“ Ayo beli kopi dulu ke warung itu, sambil nunggu agak terang sedikit, baru kita masuk ! “ jawab Cak Dikin lagi.
Sepakat, lalu kami ke warung di sekitar itu, hanya satu warung itu saja yang buka pagi itu. Kami pesan kopi dibungkus 4 bh, lalu juga beberapa macam goreng-gorengan untuk bekal di tambak. Beberapa saat kemudian ada seorang lelaki tua berhenti juga di warung itu untuk membeli goreng-gorengan, rupanya untuk bekal juga ke tambak.
“ Mau mancing ke mana kok pagi-pagi sekali sudah berangkat ? “, tanya beliau kepada kami.
“ Masih belum tahu Pak, ini masih mau nyari lokasi. Barangkali Bapak pernah tahu, tambak mana ya Pak, yang banyak kutuknya ? “, jawab saya sekaligus tanya.
“ Lho sampeyan ini mau mancing kutuk toh, pakai umpan apa ? “, tanya beliau lagi.
“ Pakai percil Pak ! “, hampir serempak menjawab.
“ Ohhh, kalau gitu ikut saya, monggo mancing ke tambak saya saja ! “, ajak beliau kepada kami, mantab dan meyakinkan.
Singkat cerita akhirnya kami berempat, saya , Cak Dikin, Ryan Berkongkong, dan Ryan Kacong membatalkan rencana kami semula yang hendak trip kembali ke lokasi lama sesuai rencana kami malam sebelumnya, lalu mengikuti Pak Yadi (bapak tua tersebut) ke tambaknya.
Tambak-tambak di daerah Prasung memang luar biasa, hampir semua tambak banyak sekali kutuknya. Di tengah-tengah perjalanan menuju ke tambaknya Pak Yadi saja, berkali-kali kami digiurkan oleh bunyi tenggakan di sana-sini, dan berkali-kali pula kami memaksa Ryan Kacong untuk terus saja jalan dan jangan tergiur oleh tenggakan, supaya kita bisa segera sampai ke lokasi yang kita tuju.
Matahari terbit, di potret dari belakang gubug Pak Yadi |
“ Wis, monggo sampeyan mancing, silahkan cari sendiri, habis-habiskan kutuknya, malah senang saya ! “, kata Pak Yadi setibanya di lokasi.
Tanpa membuang waktu kami segera berpencar mencari spot sendiri-sendiri, saya menaruh pantat di tukuan belakang gubug menghadap ke utara, mencoba eksplorasi di sekitar kolong-kolong tambak. Cak Dikin seperti biasa langsung lenyap entah ke mana, siangnya kami baru tahu bahwa dia menemukan spot di sekitar pohon-pohon bambu, menghadap ke barat. Ryan berkongkong mengikuti jejak Cak Dikin, tetapi berhenti di tempat yang ditanami sayur oleh Pak Yadi, casting di sekitar gelagah-gelagah (rumput-rumput tinggi yang tumbuh di tengah tambak). Ryan Kacong pertama casting berhadap-hadapan dengan saya, tetapi berikutnya berkali-kali pindah ke lokasi lain, mengikuti tenggakan-tenggakan.
Hasilnya luar biasa, semuanya dapat omset yang hampir sama banyaknya, tak ada satupun pemancing yang galau saat itu.
“ Muantab hari ini ya, saya lempar ke mana saja nggondhol ! “, kata Ryan Kacong.
“ Uohh muantab, sayang sekali saya banyak yang gagal Cak, saya malah banyak yang gagal dari pada yang kena. “, kata Ryan Berkongkong.
“ Coba kalau kita tadi tidak mampir dulu ke warung, bablas terus ngikuti kamu ? “, kata Cak Dikin kepada Ryan Berkongkong.
“ Besok ke sini lagi ta ? “, ajak Ryan.
“ Jangan besok lah, sungkan sama Pak Yadi, masak tiap hari, Minggu saja kita ke sini lagi. “, saran saya.
“ Ya wis, Minggu ya ? “.
“ Okey….. ha…ha..ha ! “, kami semua tertawa senang.
Oleh:
Admin. Mancing Kutuk Gabus.
aku melok cak....mene ae
BalasHapusYa Bah, kita bahas lagi nanti malam di Pos, ok !
Hapus