Belajar fotografi di tambak
Hujan yang hampir tiap hari dan tiap waktu datang membuat jalanan menuju tambak becek dan berlumpur. Apalagi di tempat-tempat tertentu yang tidak ditumbuhi rumput, wuih.....minta ampun...lengket semua di ban motor, berkali-kali saya hampir terpeleset jatuh. Akhirnya saya berhenti dan tidak nuruti rekan-rekan maniak kutuk lainnya, untuk meneruskan perjalanan menuju ke tambak yang hendak kami tuju, sesuai rencana kami malam sebelumnya. " Wis wis, sampeyan terus saja silahkan, aku tak cari dekat-dekat sini saja, daripada kepeleset, bar...malahan ! ", kata saya kepada teman-teman.
Motor yang sudah kotor semua oleh lumpur saya parkir sekenanya di pinggir tambak, saya cari tempat yang rumputnya agak tebal biar tidak ambles, lalu saya mancing. Lumayan, baru setengah jam saya casting dengan percil, empat ekor kutuk masuk ke dalam kepis saya, " omset ! ", pikir saya dalam hati. Pagi yang tadi gelap, mulai berubah terang saat matahari terbit, saat itulah saya melihat sesuatu di depan saya, pancing saya taruh, kamera saya keluarkan, lalu saya asyik dengan itu sampai siang. " Belajar foto ahh ! ", gumam saya lirih.
Watching the sun in morning |
File-nya saya beri nama demikian, karena saya saling pandang dengan matahari, demikian pula sosok bayangan di depan saya.
Photogenic ponds |
Segala sesuatu itu pasti memiliki nilai keindahan tersendiri, tergantung dari sisi mana dan bagaimana cara kita melihatnya. Kalau kita hanya berjalan dan sekilas saja memandang, tambak ya tambak, kucing ya kucing, pohon ya pohon, orang ya orang, kutuk ya tetap kutuk. Lihatlah, the shadowman telah selesai dengan tugasnya, sepertinya dia baru saja kehilangan sesuatu.
Watching the sun, hoping the light |
Saya mencoba untuk meresapi apa yang ada di dalam benak the shadowman, ketika dia memandang matahari. Itu tentunya sebuah harapan, karena matahari terbit adalah tanda dimulainya suatu hari, suatu hari yang terang karena sinarnya, suatu hari yang lebih cerah, yang lebih baik daripada kemarin, seperti yang juga saya dan anda harapkan terjadi dalam hidup saya dan anda semuanya.
Waktu terus berjalan, matahari mulai naik lebih tinggi, the shadowman sudah tak terlihat lagi di bawah pohon sana, kamera saya simpan lagi di saku, saya mau meneruskan mancing tapi tenggakan kutuk sudah sepi, akhirnya peralatan mancing saya kemasi.
Saat berjalan menuju motor, saya ketemu sahabat saya, pakarnya nyengget, Cak Yudi, dia menyapa saya demikian " Ehhh...jam piro iki kok wis arep mulih...oleh taaa...? ".
" Oleh papat Cak..lumayan..sampeyan oleh ta ? ", sapa saya juga.
" Sik ket taasss teko...ayo yooo ! ", jawabnya setengah berteriak, karena posisi kami memang agak berjauhan, dan saling seberang di antara tambak.
Dan ketika saya sudah dekat dengan tambak tempat saya parkir motor, saya melihat lagi sebuah keindahan......
NGARIT SUKET TAMBAK |
Sekali lagi segala sesuatu itu memiliki nilai keindahan, tergantung bagaimana kita memandang. Masalahnya adalah maukah kita memandang, atau lebih ekstrim lagi beranikah kita memandang, atau lebih gila lagi seberapa besarkah saya dan anda memandang ?
LALAT |
Kalau lalat, semut, kecoak, laba-laba, kupu-kupu dan lain-lain kita lihat cantik dan kita bisa berlama-lama mengamati dan mengagumi keindahannya, terlebih lagi manusia, yang jelas-jelas lebih mengenal seni, peradaban dan berbudaya. Tetapi kenapa hanya orang-orang tertentu yang kita pandang ?
Benda-benda teknologi semua orang takjub dan heran, bukankah terlebih lagi apa yang sudah diciptakan TUHAN ?
Terpujilah TUHAN !
Salam sayang selalu dari saya !
Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda di blog kami, dengan senang hati, kami mempersilahkan Anda untuk memberikan masukan, saran, dan komentar.
Salam bahagia.