Tampilkan postingan dengan label Photography. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Photography. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Maret 2015

Fotografi di Tambak - Proses belalang berganti kulit

Proses belalang berganti kulit

Ini adalah cerita tentang seekor belalang hijau yang hinggap di dahan tumbuhan putri malu yang tumbuh liar di samping kiri tempat duduk saya saat mancing. Yaitu tentang bagaimana belalang hijau memperbaharui kulitnya dengan melepaskan diri dari cangkang kulitnya yang lama (mlungsungi , bahasa jawa )

Apakah yang menarik tentang belalang ? Pernahkah anda melihat sendiri proses belalang mlungsungi (bahasa jawa, maaf saya lebih suka dengan istilah ini untuk tulisan selanjutnya) ?

Seandainya saya tidak melihat dan menyaksikannya sendiri dari awal sampai akhir, saya pun tidak akan tergerak untuk menulis dan menceritakannya di dalam blog ini. Saya tidak ingin apa yang saya lihat dan saksikan tentang Kebesaran Sang Maha Pencipta melalui makhluk kecil ciptaan-Nya tersebut terpendam sia-sia di kepala saya.

Saya bukanlah seorang ahli biologi atau ahli yang setara dengan itu, yang bisa menjelaskan secara ilmiah tahap demi tahap tentang siklus hidup belalang, saya juga bukan seorang penulis yang bisa berbahasa dengan baik sehingga menjadikan cerita tentang belalang ini lebih menarik dan mudah dicerna oleh pembaca. Saya hanyalah salah seorang pemancing kutuk di Mancing Kutuk Gabus, yang kebetulan suka bawa kamera saat mancing, untuk mengabadikan momen-momen tertentu di saat kami mancing.

Untuk itu saya hanya bisa berharap semoga cerita dalam gaya bahasa sederhana saya ini, bisa dimaklumi semua pembaca, dan mudah-mudahan berguna bagi kita semua. Amin.


Photo 1 (Tahap 1)

Entah kapan belalang hijau tersebut mulai hinggap di dahan yang penuh duri dari tumbuhan putri malu itu, saya tidak tahu, beberapa kali goyangan tubuhnya menyita perhatian saya untuk melihat ke arahnya, dan itu menjadi perhatian kedua saya, selain umpan percil yang saya lempar dan seret berkali-kali saat mancing. Karena terik matahari sudah sangat terasa, dan beberapa kali lemparan saya tidak menghasilkan gondholan (Pembaca setia blog ini tentu tahu artinya), stik pancing saya taruh begitu saja di tanah dan kamera saya keluarkan. Kamera pocket istimewa saya, istimewa karena untuk belinya saja, saya harus jual dulu peralatan fitness saya…huaaa…haa..ha !


Photo 2 (Tahap 2)

Belalang yang tubuhnya kelihatan pucat ini sama sekali tidak merespons saat moncong kamera saya dekatkan ke arahnya, sedemikian dekatnya kurang lebih 5 s/d 8 cm dari tubuhnya, dan itu tidak seperti biasanya. Biasanya mereka sedikit beringsut sembunyi dengan memutari ranting atau daun untuk menjauh dari kamera, bahkan terbang. 


Photo 3 (Tahap 3)

Dari itulah saya baru tahu dari layar kamera, bahwa belalang yang tampak pucat dan loyo tersebut, sekujur tubuhnya  sedang berdenyut-denyut alias kembut-kembut dan sesekali bergetar perlahan mengejang-ngejang. Mungkin sedang memisahkan kulit barunya dari kulit yang lama, tetapi masih tetap berdiam di cangkang lama tersebut. Saat itu saya berpikir, mungkin inilah alasan kenapa dia memilih ranting berbulu dan berduri, agar cangkang dan tubuh di dalamnya bisa nyangkut dan tidak jatuh ke tanah.


Photo 4 (Tahap 4)

Berikutnya saya melihat, bahwa kembut-kembut (denyut-denyut) tersebut mulai terkonsentrasi di bagian kepala, kedua sungut (trachea) bergerak-gerak naik turun dan bagian punggung cangkang itu mengembang seperti punuknya unta, hua..ha..ha..ha !


Photo 5 (Tahap 5)

Lalu kedua sungut (trachea) tersebut menjuntai lurus kebawah, belakang kepala dan punggung bagian atas merekah, kembut-kembut di kedua bagian tersebut makin keras, sebagian mata ikut merekah dan mengelupas, di saat yang sama tampak menyembul keluar kepala baru yang tampaknya begitu lunak dan kembut-kembut. 


Photo 6 (Tahap 6)

Saya begitu tegang saat itu sampai lupa menekan tombol kamera untuk beberapa saat, karena lebih tertarik untuk terus melihat kejadian itu dari layar kamera dan tidak ingin sedetikpun kehilangan moment tersebut. Saya baru sadar untuk menekan tombol shutter saat kepala baru sudah menyembul tinggi ke atas. Dalam hati saya terus memuji Tuhan, ajaiblah Tuhan, Engkau Maha Ajaib, dan sesungguhnya semua pekerjaan-Mu adalah sempurna.


Photo 7 (Tahap 7)

Tubuh baru sudah 80 % keluar dari tubuh yang lama, kaki bagian depan mulai bergerak-gerak, tetapi dua kaki panjang yang biasa dipakai untuk melompat masih menekuk rapat dan tak bergerak, sekarang tinggal ekornya saja yang belum keluar.


Photo 8 (Tahap 8)

Ini adalah proses yang lebih lama daripada proses sebelumnya, karena tubuh baru tampaknya seperti sedang istirahat sejenak, lalu keempat kaki pendek tersebut bergerak-gerak untuk mencari pegangan.


Photo 9 (Tahap 9)


Photo 10 (Tahap 10)


Dan berikutnya dengan berpegangan dia menarik semua ekornya dari cangkang lama dan lepaslah semua tubuh tersebut dari cangkang kulit yang lama. Cangkang kulit masih tetap menempel di tempat semula, tetapi tubuh baru yang lebih hijau segar sudah bertengger di tempat lain. 


Photo 11 (Tahap 11)

Kedua sayapnya tampak seperti kelopak bunga yang belum mekar, melengkung layu, ke dua kaki panjang mulai bergerak-gerak. “ Sempurna, ajaiblah Tuhan, Tuhan Maha ajaib, karya-Mu sempurna ! “

Maaf photo-photo di atas saya sajikan sekedarnya tanpa editing lebih lanjut, tanpa cropping dan hanya diatur level dan kontrastnya saja, lalu saya resize supaya ukuran filenya tidak terlalu besar. Yang terutama adalah detailnya masih kelihatan jelas dan natural, semoga tetap berkenan.

Demikianlah cerita singkat tentang belalang mlungsungi (ganti kulit) ini, saya tuliskan dengan segala kekurangan dan kesederhanaan saya, semoga berguna bagi kita semua. Amin.
  
Salam jepret-strike mantaaab !

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus 


Senin, 24 November 2014

Fotografi Macro - Kumbang Daun Kuning Emas

Kumbang Daun Kuning Emas
Golden leaf beetle (Podontia lutea, Chrysomelidae)

Indonesia adalah negeri yang indah, alamnya subur, kaya dan makmur, “ tongkat kayu dan batu jadi tanaman…..”, kata syair lagunya Band legendaries Koes Plus.

Syair lagu ini telah dibuktikan berkali-kali oleh para petani tambak di Sidoarjo, selain menebar benih ikan dan udang di tambak, mereka juga biasa memanfaatkan parit-parit (galengan / pinggiran tambak) yang lebarnya tak seberapa itu menjadi kebun-kebun sayur atau buah-buahan, yang hasilnya cukup lumayan. Selain hasilnya lumayan, pemanfaatan lahan-lahan kecil di pinggiran tambak tersebut juga memperindah lingkungan di sekitar tambak, tambak kelihatan lebih asri ketika parit-parit tersebut hijau dengan berbagai macam tanaman.

Dari jauh tampak indah, dari dekat justru lebih indah lagi, ada warna-warni bunga sayuran yang mekar, dan berbagai macam kupu-kupu, lebah, kumbang, capung, dan serangga-seranga lain terbang dan hinggap di sana-sini, oohhh…Tuhan, betapa indahnya semua ciptaan-Mu.

Aku membungkukan badan untuk melihat lebih dekat, warna kuning keemasan di pucuk daun hijau, menarik perhatianku untuk melihat lebih jelas, “ yaa… Tuhan…lucunya ! “.


Golden leaf beetle in the special moment

Kumbang daun kuning emas, Golden leaf beetle (Podontia lutea, Chrysomelidae) sedang menikmati indahnya alam semesta, matahari pagi dan warna kuning bunga melon yang mekar di sana-sini, seolah-olah menjadi pencahaya dan pemantul cahaya alami untuk photography.


Golden leaf beetle in the special moment photo 2

Golden leaf beetle, beberapa sumber menyebutkan bahwa kumbang kuning ini berasal dari negeri China, tetapi para petani di tambak mengatakan bahwa kumbang daun ini sudah dari dulu ada di sekitaran tambak di daerah Sidoarjo, terutama di tambak-tambak yang parit-paritnya ditanami semangka, melon, timun emas, blewah, dan sayur-sayuran hijau yang lain. 


Golden leaf beetle in the special moment photo 3

Golden leaf beetle, aku tahu nama ini dari seorang teman di Google+, Valerie J, ketika aku mengupload photo serangga ini beberapa waktu yang lalu di Google+. Itulah salah satu manfaat berteman di Google+, sembari kita berbagi, lebih dari itu kita sesungguhnya lebih banyak mendapatkan pengetahuan dan hal-hal baru yang selama ini belum kita ketahui.


Golden leaf beetle in the special moment photo 4

Mau lihat photo-photo yang lain, klik tautan di bawah ini :

Terima kasih, semoga bisa menyenangkan dan bermanfaat bagi kita semua, amin.



Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Sabtu, 22 November 2014

Fotografi Macro

Fotografi Macro di Tambak

DIALOG


Yellow dragonfly (Capung kuning)



Jumping spider

Damselfly (Capung dom)


Robber fly (Lalat perampok) memangsa kupu-kupu kecil.



KUNGFU

Mau lihat photo-photo yang lain, klik tautan di bawah ini :

Terima kasih atas kunjungan Anda, salam strike....mantab !

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Kamis, 28 Agustus 2014

Mancing bersama Cak Pri

Mancing bersama Cak Pri (Juara 1 Lomba Mancing Kutuk 2014)

“ Can you remember, remember my name………klik! “ saya segera mematikan lagu “ Perfect Stranger “ nya Deep Purple dari HP yang sengaja saya letakkan dekat sekali dengan telinga di samping bantal. SMS ini pasti dari Cak Pri, saya yakin karena kemarin saya memintanya untuk membangunkan saya pagi-pagi, lebih awal dari kebiasaan saya sehari-hari. Pagi itu saya sudah janjian untuk mancing bersama dengan dia di Tambak Prapat,  sudah lama saya tidak mancing bareng dengan Juara 1 Lomba Mancing Kutuk 2014 ini.


Tambak Prapat di pagi hari

“ Aku berangkat duluan Kang, ketemu di lokasi saja ya “ SMS nya kepada saya.

Saya jawab singkat,” Ok Kang, thank ! “.

Tepat jam 5.00 pagi saya berangkat dari pintu rumah, jam 5.15 saya tiba di lokasi, gelap dan dinginnya udara pagi tidak mampu menghambat perjalanan saya karena saking terbiasanya saya kelayapan pagi-pagi di tambak. Apalagi musim kemarau begini jalanan di tambak relative mudah bagi saya, lain halnya kalau  musim hujan. Dari kejauhan saya sudah melihat Cak Pri mengayun-ayunkan joran pancingnya, casting di dekat pohon menghadap ke selatan.

“ Tarik Kang ! “, sapa saya kepada Cak Pri.

“ Tarik…..ha..ha…ha ! “ balas Cak Pri ramah.

“ Dapat berapa ? “, tanya saya.

“ Itu, dapat dua, segedhe jempol…ha..ha..ha..lumayan Kang ! “, jawabnya.

Berikutnya kami berdua mancing bersama sambil ngobrol ngalor-ngidul seputar mancing, terutama tentang lomba kemarin.

Cak Pri, Juara 1 Lomba Mancing Kutuk 2014, yang punya nama asli Supriyadi ini memang ramah, supel, dan mudah akrab dengan siapapun. Seorang yang low profile, lebih suka mengalah, bisa ngemong, dan hampir tidak pernah serius, selalu kocak dan jenaka. Itulah sebabnya dia bisa akrab dengan semua rekan di Mancing Kutuk Gabus.


Cak Pri (Juara 1 Lomba Mancing Kutuk 2014)


“ Hadiah satu juta rupiah kemarin buat apa Kang ? “, tanya saya kepada Cak Pri.

“ Habis Kang......saya pakai tambahan buat beli freezer, saya sudah janji sama nyonyah, saya suruh doakan agar saya menang, eeeehhh…ndak tahunya bener Kang. Sudah lama dia minta saya belikan freezer untuk usaha sampingan, baru kemarin itu saya bisa,….yah…. Alhamdullillah dapat juara 1. “, jawab Cak Pri sambil cerita panjang lebar tentang keinginan isterinya untuk usaha sampingan.

“ Yah..syukurlah Kang, semuanya bisa jadi berkat, dan manfaat “, saya ikut terharu dan bersyukur dengan cerita Cak Pri.

Sebagian orang beranggapan, mancing adalah sekedar hoby, acara senang-senang untuk sekedar relaksasi dan refressing, untuk mengisi waktu luang, yang tentunya akan mengeluarkan biaya. Mancing adalah semacam acara anut grubyuk yang bisa membuat orang kecanduan, lalu berikutnya menyia-nyiakan waktu dan membikin orang jadi malas kerja. Bahkan ibu saya sendiripun pernah berkata demikian kepada saya, saat memberi nasehat kepada saya, karena tahu bahwa saya hoby berat mancing.

Untunglah yang demikian tidak terjadi di Mancing Kutuk Gabus, bahkan sebaliknya, mancing ternyata lebih dari sekedar senang-senang, dan ini telah diteladani dengan baik oleh Cak Pri, juara 1 Lomba Mancing Kutuk 2014.

“ Tarik Kaaaaang ! “, teriakan Cak Pri menyadarkan saya dari lamunan, suara wak wik joran kami yang sejenak tidak terdengar oleh telinga saya yang sedang larut dalam perenungan, tiba-tiba tergantikan oleh bunyi percikan air dan gejobak monster yang meronta-ronta saat fight dengan Cak Pri.

“ Uoooh…muantab kang…..muantab kaaang ! “, teriak saya berkali-kali menyemangati Cak Pri.

Seekor monster berhasil naik dengan sempurna di tangan Cak Pri, “ mantaaaaabbbbb ! “, teriaknya sambil meneteng monster tersebut di tangan kirinya.


Cak Pri strike monster, 27 Agustus 2014


“ Sampeyan memang pantas untuk juara kang….. mantab…mantab ! “, mulut ini tak sengaja terus memberi pujian kepada Cak Pri.

bersambung

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus






Senin, 25 Agustus 2014

Dokumentasi 3 (Para Juara) - Lomba Mancing Kutuk 2014

Lomba Mancing Kutuk 2014 
Dokumentasi 3 ( Para Juara )


Cak Pri, Juara 1 Lomba Mancing Kutuk 2014
Alamat : Ds. Rangkah - Sidoarjo.
Tempat asal : Dampit - Malang - Jawa Timur


Cak Martin Bogank, Juara 2 Lomba Mancing Kutuk 2014
Alamat : Perumahan Central Alam - Sidoarjo
Tempat Asal : Surabaya - Jawa Timur


Irul, Juara 3 Lomba Mancing Kutuk 2014
Alamat : Ds. Cabean - Sidoarjo
Tempat Asal : Ds. Cabean - Sidoarjo - Jawa Timur


Budi Corong, Juara 4 Lomba Mancing Kutuk 2014
Alamat : Ds. Bulusidokare - Sidoarjo
Tempat Asal : Ds. Bulusidokare - Sidoarjo - Jawa Timur.


Cak Solikan, Juara 5 Lomba Mancing Kutuk 2014
Alamat : Ds. Lebo - Sidoarjo
Tempat Asal : Ds. Bulusidokare - Sidoarjo - Jawa Timur.


Ryan Kacong, Juara 6 Lomba Mancing Kutuk 2014
Alamat : Sekawan Anggun - Sidoarjo
Tempat Asal : Pamekasan - Madura

Seluruh pemancing di Mancing Kutuk Gabus mengucapkan selamat dan sukses kepada para juara," Anda semua memang mantaaaaaaabbbb !!! "

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus


Dokumentasi 2 - Lomba Mancing Kutuk 2014

Lomba Mancing Kutuk 2014
Dokumentasi 2

Para peserta lomba sudah hadir di lokasi sejak pagi buta


Sarapan pisang goreng, tape goreng, ote-ote, dan tahu isi yang disediakan oleh Panitia Lomba


Mempersiapkan peralatan sebelum Lomba


Cak Har membacakan ulang peraturan Lomba


Lempar sana - lempar sini, boleh berpindah-pindah tempat, yang penting tertib dan tidak saling menggangu


Irul, strike tercepat 0,35 kg, tanda-tanda bakal Juara


Strike perdana Cak Pri berat 0,95 kg, tanda-tanda bakal Juara


Nero Anz, yang penting bisa dekat dengan konsumsi, hua...ha...ha


Sodikin, gupuh kabeh gara-gara terlambat


Batas wilayah Lomba adalah tukuan, salut karena tak ada satupun peserta yang
melanggar dengan casting di sekitar tanaman, padahal di sekitar itu banyak tenggakan.

Lomba berjalan dengan tertib, santai penuh dengan canda-tawa, tetapi tetap serius.


- bersambung -


Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus

Jumat, 15 Agustus 2014

Fotografi Pra Lomba

Mrs. Yellow Stone

Masih ada 9 hari buat para peserta lomba untuk mempersiapkan diri, sebelum tiba hari yang dinantikan oleh semua tokoh-tokoh kutuk, yaitu pada saat nanti Abah Eric meniup peluit, Minggu 05.00 pagi 24 Agustus 2014.

Untuk saya pribadi, rasanya tidak ada yang perlu saya persiapkan terlalu khusus menghadapi lomba, karena memang set peralatan mancing saya selalu siap setiap hari untuk menghadapi monster. Yang jadi persoalan adalah bahwa akhir-akhir ini trip saya seringkali galau, jangankan monster, omset yang kecil-kecil saja susahnya minta ampun.

Pagi itu saya sengaja bangun lebih awal daripada hari-hari sebelumnya, saya mau latihan melempar umpan, saya mau mencari tenggakan, saya mau mencari pangkatan, gapuran, dll. Pokoknya saya pingin omset pagi itu, syukur-syukur apabila bisa dapat monster, seperti yang saya angan-angankan malam harinya sebelum tidur.

Saya sengaja trip sendirian pagi itu, mencari lokasi tambak yang jauh, yang mungkin tidak akan ketemu pemancing-pemancing kutuk yang lain. Tanpa ada informasi sebelumnya mengenai lokasi tersebut, saya hanya mencari lokasi secara asal-asalan, pokoknya nanti ada tambak yang kelihatannya bagus sesuai feeling saya, akan saya coba. Toh nanti pada saat lomba, kami semua juga tidak akan tahu spot-spotnya, karena lokasi lomba baru diumumkan nanti tepat pada saat lomba. Anggap saja trip saya pagi itu adalah simulasi dari lomba itu sendiri, namun bedanya kali ini saya tidak ada saingan.

Nah…saya tiba di lokasi tambak (maaf tidak saya sebut tambak mana yang saya kunjungi, jelas nanti anda semua akan meluncur ke sana…ha..ha…ha…!), lalu singkat cerita saya mencari tempat untuk menaruh pantat dan mencabut peralatan saya.

Tambak itu tidak terlalu lebar, tetapi panjangnya tidak umum, panjang sekali. Airnya kelihatan bening bagus dengan ganggang-ganggang di tengah-tengahnya yang tertata rapi sepanjang tambak tersebut, dan di tempat ganggang-ganggang itu ada kolong-kolongnya yang dibatasi dengan bambu, saya hitung kurang lebih ada 18 kolong-kolong ganggang, “ wuih…jelas kutuk thok iki ! “ pikir saya dalam hati.

Matahari mulai muncul dari ufuk timur, pagi yang tadi gelap di tambak itu mulai sedikit terang. Air tambak yang tadi sepi senyap tanpa tanda-tanda kehidupan, mulai beriak-riak dan berkecopak oleh gerakan-gerakan ikan. Ada suara batuk-batuk dari dalam gubuk, mungkin penjaganya terbangun oleh suara wak wik joran saya ketika melempar umpan.

Benar juga, beberapa saat kemudian pintu gubuk berbunyi dibuka, seorang bapak yang berperawakan kecil dan kurus keluar dari gubuk sambil batuk-batuk. Rambutnya yang sedikit dan ubanan terlihat agak mengkilap oleh sinar matahari yang mulai terbit, ingin saya memotretnya, sebuah model photo yang klasik dalam pandangan saya, tapi saya urungkan, karena beliau segera menoleh kearah saya. Berikutnya tanpa menghiraukan saya, beliau berjalan ke arah tukuan dekat pohon-pohon pisang, lalu berjongkok di atas tukuan sambil menyalakan rokok. Saya yakin dia sedang membuang sesuatu di situ.

Satu jam berlalu, tak satupun lemparan saya menghasilkan gondholan, padahal sudah lima kali saya mengganti percil karena rusak dan terlepas, “ wah… alamat galau lagi hari  ini … “, pikir saya dalam hati. Kalau simulasi tanpa pesaing saja galau, bagaimana saya nanti menghadapi lomba, rasa was-was tiba-tiba muncul di benak saya, saya mulai hanyut dalam kekhawatiran, kesedihan. Motivasi saya adalah nanti bisa tampil sebagai juara. 

Memikirkan juara, saya jadi teringat Gus Salam, “ sialan benar Gus Salam, tanpa latihan rutin, jarang-jarang trip, cuma berbekal mesam-mesem thok sambil terkekeh-kekeh,..heh..heh…heh… bisa tampil menjadi juara pada lomba tahun lalu…benar-benar sialan itu orang ! “, saya mulai mengutuki Gus Salam dalam hati.

Seekor capung kuning hinggap di pucuk joran saya, yang  terdiamkan beberapa saat, tak sengaja lupa memainkannya, saat pikiran ini hanyut memikirkan Gus Salam. Rupanya capung kuning itu sengaja menyadarkan saya dari lamunan. Begitulah pemancing, sering ngelamun kalau terlalu lama tak ada gondholan.

Joran pancing saya pegang lagi dengan sadar, reel pancing saya gulung, dan capung itupun terkejut lalu terbang, rupanya dia juga sedang melamunkan sesuatu, “ aneh capung kok juga senang berlama-lama ngelamun ? “, saya ngoceh sendirian.

Aneh lagi ketika saya selesai melempar percil,  capung itu hinggap lagi di pucuk joran saya, mungkin pucuk joran ini adalah tempat yang pas untuk melamun, untuk permenungan, seperti halnya tukuan untuk bapak tadi, seperti halnya pojok-pojok tambak untuk saya,…haa..ha…ha.

Menjumpai yang aneh-aneh membangkitkan gairah saya untuk mengambil gambar, pikiran jelek tentang Gus Salam langsung sirna, stick pancing saya taruh perlahan-lahan di tanah, capung itupun terbang lagi, untungnya hinggap mendekati saya. Kamera saya keluarkan, saya set sebentar untuk khusus memotret capung (makro).



Mrs. Yellow Stone

Lima kali saya jepret di tempat pertama, dua jepretan saya hapus karena kabur, satu lagi saya hapus karena posenya tidak saya inginkan, satu gambar (gambar di atas) saya anggap cukup memuaskan, satu lagi dengan hasil gambar yang relative sama, saya simpan untuk cadangan.

Butuh waktu agak lama bagi saya untuk memilih-milih gambar capung dari kelima jepretan tadi, maklum usia, mata ini seharusnya pakai kacamata plus 125, tapi jarang saya pakai karena Lily tidak suka saya pakai kacamata, “ kayak orang cupu….culun punya ! “ katanya, tentang saya kalau sedang memakai kaca mata.

Lily adalah putri saya yang terakhir, teringat akan Lily sambil memilih-milih gambar capung memunculkan ide untuk memberikan sebuah nama kepada capung kuning tadi. Lily memang suka memberi nama kepada hewan-hewan yang dijumpainya. Kupu-kupu yang masuk ke rumah diberinya nama Elsa. Anak kucing yang lahir di bawah mobil saya, diberinya nama Ana. Tikus yang lengket di jebakan lem di dapur, diberinya nama Vavia. Kecoak yang terlentang dan menggeliat-geliat di kamar mandi karena insektisida yang saya semprotkan , diberinya nama Kamsa, dan masih banyak lagi nama-nama hasil imajinasinya. Untuk itu capung ini saya beri nama Mrs. Yellow Stone, sesuai imajinasi saya .

Mrs. Yellow Stone selesai pada sesi pemotretan yang pertama, dan kini dia menghendaki untuk pengambilan gambar di tempat lain.


Saya senang sekali photography, saya terus mempelajari dan melakukannya, di sela-sela kegiatan mancing saya, di rumah, di tempat kerja, dan dimana-mana ketika saya ingin melakukannya. Sayangnya saya tidak bisa bercerita dan berbagi banyak hal tentang photography, tidak seperti Pak Man di Tambak Bibis, yang bisa bercerita banyak dan detail tentang kutuk dan seluk-beluk kehidupannya. Ataupun Cak Martin Bogank, yang bisa menjelaskan secara terperinci cara memainkan umpan tikus-tikusan untuk mengelabui kutuk-kutuk yang sembunyi di tempat-tempat rungsep dan belukar. Sayang pada saat lomba nanti umpan tikus-tikusan tidak diperbolehkan, semua pemancing harus menggunakan umpan percil (anak kodok) asli, tidak peduli cari percil akhir-akhir ini susahnya minta ampun.

Saya tidak bisa membayangkan nanti Sabtu malam sebelum lomba, areal persawahan seperti Durung Beduk, Beduk Dowo, Modong, Sidodadi, Grinting, dan lain-lain akan semarak dengan kerlap-kerlip lampu senter oleh para Hunter percil. “ Kayak kemamang…hua…ha…ha…ha ! “, kata Abah Eric pada saat rapat.




Mrs. Yellow Stone beranjak ke tempat lain, saya terus mengikutinya dengan kamera, seperti layaknya seorang photographer beneran, atau seorang paparazzi, “ paparazzinya kepik…hua…haa..haa ! “, Kang Win pernah mengejek saya demikian.

Kang Win adalah salah seorang anggota Mancing Kutuk Gabus yang pernah menderita stroke sampai 2 kali, Alhamdullilah mendapat mujizat dari Tuhan, dan sembuh total hingga sekarang, terus aktif bersama Mancing Kutuk Gabus. Keahliannya dibidang percetakan dan printing, menjadikan tempat bagi saya untuk meminta saran dan pendapat ketika editing photo. Beliau sudah mempersiapkan diri jauh-jauh sebelum lomba dengan mengganti line senarnya, memborong beberapa ukuran mata kail dan membersihkan serta melumasi reelnya, begitu optimis untuk bisa tampil sebagai juara atas keberuntungan. “ Yang penting partisi-sapi, eh partisi-spasi hua..ha…ha.. ! “, teriaknya sambil tertawa ngakak.




Mrs. Yellow Stone tampak begitu anggun ketika mendongakkan kepalanya sedikit ke atas, imajinasi saya berkembang, mungkin dia sedang mengatakan, “ save dragonfly, selamatkan capung ! “. Tetapi selamatkan capung dari apa, tidak ada yang pernah berslogan demikian. 

Ada begitu buanyak komunitas capung di tambak, dan itu tidak akan terusik selama tambak-tambak tersebut masih ada. Kalau di luar negeri ada slogan, “ save penguin ! “, itu lebih beralasan, karena kehidupan penguin mulai terancam oleh limbah-limbah industry yang dibuang orang  ke laut.

Rasanya juga tidak beralasan kalau ada yang mengkhawatirkan bahwa suatu saat nanti di Sidoarjo pun akan ada, “ save kutuk ! “, atau akan ada slogan, “ stop hunting percil, save frog ! “. Alasannya karena akhir-akhir ini para pemburu kodok professional mulai kesulitan untuk mendapatkan yang besar, “ bagaimana bisa besar, kalau yang kecil-kecil pada diburu ? “, katanya. Kutuk juga makin langka, buktinya harganya kini melambung karena langka, kilahnya.

Jangan khawatir kawan, selama kita tidak melakukan kegiatan eksploitasi yang sangat berlebihan dengan penuh keserakahan, dengan cara manual dan tidak menggunakan peralatan atau metode yang bisa merusak lingkungan, alam akan terus bersahabat dengan kita. Alam akan ikut berbahagia, ketika kita semua berkumpul dan berbahagia, dan kita semua tahu batasan-batasannya.

Di tambak, kutuk-kutuk itu adalah hama, dan kita semua ini hanya mencari kutuk di dalam tambak, dan itu juga hanya dengan cara mancing, bukan dengan cara paksa yang lain. Kalau mereka tidak makan umpan kita, mereka juga tidak akan kena pancing, benarkan. Toh setiap kali tambak itu juga dipanen, dan tentunya kutuk-kutuk yang ada di situ akan dibersihkan sekalian pada saat panen. Jadi kalau demikian, adakah hubungan antara kelangkaan kutuk nanti dengan Mancing Kutuk Gabus ?

Lalu tentang kemungkinan terjadinya kelangkaan percil, percil itu bisa hidup dimana-mana mereka suka, sesuai dengan  cara hidupnya, habitatnya. Cobalah mencari mereka di tempat-tempat mereka biasa ada pada musim hujan, tetapi kita mencarinya pada saat kemarau, dan tanah-tanah tempat mereka itu kering, sulit kan, dimanakah mereka ? Tetapi kembalilah mencari di sana pada saat musim hujan, dan tanah-tanah itu mulai basah berair, kenapa jadi mudah, darimanakah mereka datang ?

Selain itu kita semua ini mencari percil dengan cara tebek (tangkap dengan tangan), hanya mereka yang tampak saja yang bisa kita ambil, itupun mereka yang diam saja pada saat kita tebek, yang gesit-gesit jelas tidak akan pernah kena tebek. Apalagi mereka yang terus menerus sembunyi di tempat-tempat yang sulit, di tengah-tengah padi, tebu-tebu, semak-semak misalnya. Mereka tetap hidup dan lestari sampai sesuatu terjadi atas mereka atas ijin Yang Maha Kuasa tentunya.

“ Dapat banyak pak, kutuknya ? “, tanya Pak Mu’in (penjaga tambak) menyadarkan saya dari lamunan.
“ Ohhh…Pak Mu’in… satupun tidak pak ! “, jawab saya setengah kaget dengan keberadaan Pak Mu’in yang tiba-tiba di samping saya.
“ Masak satu saja tidak bisa dapat pak, padahal pagi tadi nenggak-nenggak segitu banyak, mungkin  karena air banger ini barangkali, mereka sudah pada kenyang dengan udang-udang yang ngantang.”, kata Pak Mu’in.

Matahari mulai naik lebih tinggi, panasnya mulai terik menyengat pipi, saya ingin segera bergegas pulang, tetapi Mrs. Yellow Stone masih menunggu saya di sekitar itu, sepertinya menunggu untuk sesi pemotretan yang terakhir hari itu. Dan saya juga menunggu Pak Mu’in segera meninggalkan saya, supaya saya bisa lebih konsentrasi dengan Mrs. Yellow Stone tanpa gangguan Pak Mu’in di samping saya.




Entah mengapa saya paling suka dengan capung sebagai model photography saya, mungkin karena sifat predatornya, seperti halnya kutuk di tambak adalah predator yang saya sukai ketika mereka menyambar umpan yang saya mainkan. Selain itu juga karena raut muka dan ekspresi wajah capung yang bisa berubah-ubah, itu tampak sangat lucu, aneh dan menakjubkan menurut pandangan saya. 

Sama lucunya dengan Cak Pri yang suka tertawa lepas dengan bibirnya yang terbuka lebar, atau Cik Poo yang suka bicara ceplas-ceplos, tertawa terpingkal-pingkal hingga perutnya ikut naik turun dan harus dia pegangi saat tertawa.

Begitu ingat mereka berdua, tak sadar pikiranpun melayang-layang ke tokoh-tokoh Mancing Kutuk Gabus yang lain, Pakipunk, Aries Kontraktor, Dayat Kutuk, dan tokoh-tokoh lainnya, yang sudah lama absen dari trip,” apakah mereka sudah mendapat khabar tentang lomba  ? “ tanya saya dalam hati.

Tak sabar rasanya untuk segera bertemu dengan mereka semua itu pada saat lomba nanti, sambil beramah-tamah dan bernostalgia, sambil bersenda-gurau dan saling nggedabrus.

Memang benar, semua pemancing itu rata-rata suka nggedabrus, itu termasuk salah satu stereotip pemancing, terutama pemancing kutuk di Mancing Kutuk Gabus. Negatif kah ?

“ Uoooohhh.. tidak, biasanya orang yang nggedabrus itu,….belater….alias ramah dan mudah akrab. “ kata Cak Dikin.

Salam strike ……..mantaaaaab !

Oleh :
Admin. Mancing Kutuk Gabus